Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (15/1/2021), bahkan sempat ke bawah Rp 14.000/US$. Dolar AS yang kembali lesu membuat rupiah mampu menguat dan semakin terakselerasi setelah data menunjukkan neraca dagang Indonesia kembali mencatat surplus.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,18% ke Rp 14.025/US$. Sempat terpangkas ke Rp 14.040/US$, penguatan rupiah kemudian terakselerasi hingga 0,43% ke Rp 13.995/US$.
Pada pukul 12:00 WIB, rupiah mengendur dan berada di level Rp 14.020/US$, menguat 0,21%.
Kabar baik bagi emas dari Amerika Serikat (AS) kemarin. Presiden AS terpilih Joseph ‘Joe’ Biden pada Kamis waktu setempat mengumumkan akan menggelontorkan paket stimulus fiskal senilai US$ 1,9 trillun.
Dengan tambahan stimulus fiskal, maka jumlah uang yang beredar di AS akan bertambah, dan secara teori dolar AS akan melemah.
Pada bulan Maret 2020, dolar AS begitu perkasa, rupiah bahkan sempat ambrol ke level Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter 1998. Namun, AS saat itu menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun guna menanggulangi pandemi penyakit virus corona (Covid-19), dan menyelamatkan perekonomian AS.
Setelahnya nilai tukar dolar AS terus merosot. Efek yang sama kemungkinan akan muncul saat stimulus US$ 1,9 triliun yang dijanjikan Joe Biden cair.
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca dagang di Desember 2020 mengalami surplus sebesar US$ 2,1 miliar. Dengan demikian, neraca dagang Indonesia sudah mencetak surplus dalam 8 bulan beruntun.
BPS melaporkan nilai ekspor tercatat US$ 16,54 miliar, tumbuh 14,63% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
Sementara untuk impor, pada Desember 2020 sebesar US$ 14,44 miliar atau turun tipis 0,47%.
Dengan surplus neraca dagang yang diumumkan BPS, maka transaksi berjalan (current account) Indonesia kemungkinan besar akan surplus juga di kuartal IV-2020.
Sepanjang kuartal III-2020 surplus neraca dagang tercatat sebesar US$ 7,98 miliar, saat itu transaksi berjalan mampu surplus US$ 956,16 juta atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Surplus transaksi berjalan tersebut merupakan yang pertama kali sejak tahun 2011 lalu. Artinya sebelumnya selalu mencatat defisit.
Sementara dengan rilis BPS hari ini, surplus neraca dagang di kuartal IV-2020 mencapai US$ 8,38 miliar, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya. Sehingga transaksi berjalan berpeluang besar masih surplus di 3 bulan terakhir 2020.
Hal tersebut tentunya menjadi sentimen positif bagi rupiah, sebab transaksi berjalan mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih berjangka panjang ketimbang aliran modal asing di sektor keuangan (hot money) yang sangat mudah datang dan pergi.
Sumber CNBC Indonesia