Nilai tukar rupiah belum banyak bergerak melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (13/4/2021). Perhatian tertuju pada rilis data inflasi AS mala mini, yang menyebabkan rupiah mager.
Melanir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.590/US$, setelahnya sempat menguat tipis 0,07% ke Rp 14.580/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,07% ke Rp 14.600/US$ dan tertahan di level tersebut hingga pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih sulit untuk bangkit melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan. Rupiah kini hampir pasti membukukan pelemahan 4 hari beruntun.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Inflasi di AS diperkirakan akan kembali ke level sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, dan akan semakin tinggi dalam beberapa bulan ke depan. Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneternya. Jika inflasi terus menanjak maka ekspektasi kenaikan suku bunga akan semakin menguat dan memukul rupiah.
Meski The Fed berulang kali menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023, tetapi pasar tidak percaya begitu saja. Sebab, The Fed sendiri merubah proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini menjadi 6,5% dari prediksi sebelumnya 4,2%.
Besarnya revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak diikuti dengan pembaharuan panduan kebijakan yang akan diambil, sehingga menimbulkan tanda-tanya di pasar, apakah benar The Fed baru akan menaikkan suku bunga di tahun 2023.
Oleh karena itu, muncul bisik-bisik di pasar The Fed akan menaikkan suku bunga di akhir tahun ini. Berdasarkan data dari perangkat FedWacth milik CME Group, pelaku pasar saat ini melihat probabilitas sebesar 4,1% The Fed akan menaikkan suku bunga di akhir tahun nanti.
Persentase tersebut memang kecil, tetapi jika inflasi di AS semakin tinggi tentunya pelaku pasar melihat probabilitas kenaikan suku bunga akan semakin besar.
Sumber CNBC Indonesia