Pada perdagangan Kamis (22/4/2021), rupiah ditutup menguat 10 poin atau 0,07 persen ke level Rp14.520 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah dipekirakan bergerak menguat pada perdagangan hari ini, Jumat (23/4/2021).
Pada perdagangan Kamis (22/4/2021), rupiah ditutup menguat 10 poin atau 0,07 persen ke level Rp14.520 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau turun 0,0880 poin atau 0,10 persen ke level 91,0670.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar rupiah akan dibuka berfluktuasi namun ditutup menguat tipis di rentang Rp14.500 – Rp14.540.
Adapun penguatan rupiah pada perdagangan Kamis salah satunya dipengaruhi oleh perpanjangan pelarangan mudik lebaran yang dilakukan pemerintah. Tujuan kebijakan ini adalah untuk mencegah penyebaran covid -19 serta memulihkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Apresiasi nilai rupiah juga ditopang oleh tren penurunan penyebaran virus corona dalam negeri di tengah lonjakan yang terjadi di luar negeri.
Pada Februari lalu, kasus baru harian berada di angka 10 ribu sedangkan rata-rata penambahan kasus baru selama tujuh hari terakhir saat ini berada di angka 5,3 ribu atau turun hampir setengahnya.
Selain itu, proses vaksinasi massal juga terus digulirkan dimana data terakhir menunjukkan 10,9 juta masyarakat yang sudah divaksinasi paling tidak sekali atau setara dengan 4,1 persen populasi. Sedangkan, yang sudah 2 kali disuntik vaksin berada di kisaran 6 juta orang atau 2,2 persen populasi.
Sementara itu, dari luar negeri, mata uang dolar AS menerima beberapa kelonggaran seiring dengan gejolak infeksi virus korona, terutama di India, memperburuk prospek pemulihan global yang cepat. Meski demikian, sentimen tetap lemah dengan imbal hasil obligasi AS yang jatuh, mengurangi daya tarik imbal hasil mata uang.
Imbal hasil US Treasury dengan tenor 10-tahun terakhir terpantau pada level 1,56 persen, tidak jauh dari level terendah sejak pertengahan Maret, karena terus berkonsolidasi setelah mundur dari level tertinggi 14-bulan di 1,78% yang dicapai pada akhir bulan lalu. Pasar terlihat mulai berubah pikiran tentang pengetatan awal kebijakan moneter AS.
Sumber Bisnis.com