Nilai tukar rupiah di pasar spot Rabu kemarin melemah. Rupiah terdepresiasi 0,04% di hadapan greenback pada perdagangan Rabu (19/5/21). Tipis memang. Untuk US$ 1 dibanderol di Rp 14.275/US$.
Sementara itu di kurs tengah Bank Indonesia (BI) yang juga dikenal dengan nama Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah sudah berada di Rp 14.313/US$.
Apa yang dinanti-nanti oleh pasar adalah rilis risalah rapat bank sentral Negeri Adidaya The Federal Reserves atau The Fed. Dengan inflasi yang perlahan mengalami kenaikan ada kekhawatiran pengetatan moneter akan dilakukan oleh otoritas moneter AS lebih cepat dari yang diperkirakan.
Jika berkaca pada pengalaman sebelumnya, kalau The Fed mau menarik kembali likuiditas yang sudah disuntikkan ke sistem keuangan maka risiko pasar mengalami guncangan sangatlah besar.
Tapering atau pengurangan likuiditas oleh The Fed biasanya akan menyedot dana yang mampir ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Alhasil harga berbagai aset finansialnya pun tertekan.
Investor juga perlu mencermati rilis data makro berupa perdagangan internasional Indonesia yang akan dilaporkan BPS hari ini. Polling CNBC Indonesia terhadap 10 ekonom dari institusi berbeda menunjukkan bahwa ekonom meramal ekspor bakal naik 40% lebih dan impor melesat 30% lebih.
Peningkatan ekspor ini didukung oleh kenaikan harga komoditas unggulan ekspor Indonesia mulai dari komoditas tambang untuk energi seperti batu bara, pertanian hingga tambang untuk industri.
Kenaikan impor juga mengindikasikan bahwa perekonomian RI mulai bergeliat karena konsumen mulai kembali berbelanja setelah sekian lama mereka kalangan menengah ke atas mengendapkan uangnya di deposito.
Neraca dagang juga diramal masih akan surplus sekitar US$ 1,17 miliar. Jika benar demikian adanya maka bisa menjadi sentimen positif untuk aset keuangan Indonesia terutama nilai tukar rupiah.
Pergerakan rupiah dengan menggunakan periode harian (daily) dari indikator Boillinger Band (BB) melalui metode area batas atas (resistance) dan batas bawah (support). Saat ini, rupiah berada di area batas bawah dengan BB yang kembali menyempit maka pergerakan rupiah selanjutnya cenderung terbatas.
Untuk mengubah bias menjadi bullish atau penguatan, perlu melewati level resistance yang merupakan rata-rata pergerakan harian 100 hari terakhir (MA 100) di kisaran Rp 14.240 hingga Rp 14.250/US$ yang kini menjadi support terdekat.
Selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke 14.310/US$. Jika level tersebut juga dilewati rupiah akan semakin lemah menuju MA 200 di kisaran Rp 14.360 hingga Rp 14.370/US$. Sementara jika mampu menembus ke bawah MA 100 lagi, rupiah punya peluang menguat ke 14.200/US$.
Indikator Relative Strength Index (RSI) sebagai indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu dan berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20.
Saat ini RSI berada di area 38 yang belum menunjukkan adanya indikator jenuh jual ataupun jenuh beli alias netral yang menunjukkan rupiah berpotensi bergerak menyamping.
Secara keseluruhan, melalui pendekatan teknikal dengan indikator BB di batas bawah dan masih melebar, maka pergerakan selanjutnya cenderungsideways. Hal ini juga terkonfirmasi dengan indikator RSI yang berada di area netral.
Rupiah perlu melewati (break) salah satu level resistance atau support, untuk melihat arah pergerakan selanjutnya.
Sumber CNBC Indonesia