Data neraca dagang Indonesia bulan April sudah dirilis kemarin. Hasilnya RI empat bulan berturut-turut sukses mencatatkan surplus dari berdagang. Harapan ekonomi ngegas terutama di kuartal kedua semakin tinggi.
Meskipun demikian, nilai tukar rupiah justru terdepresiasi cukup dalam terhadap greenback. Di pasar spot US$ 1 dibanderol sebesar Rp 14.370 atau mengalami penurunan sebesar 0,48% dibanding perdagangan sebelumnya di Rp 14.275/US$.
Rupiah justru melemah saat surplus neraca dagang bulan April mencapai posisi tertingginya di sepanjang tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor naik 52% (yoy) dan impor naik 29% (yoy).
Nilai dan kenaikan ekspor yang lebih tinggi ketimbang impor membuat RI berhasil mencatatkan surplus sebesar US$ 2,2 miliaratau setara dengan Rp 31,46 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300/US$.
Sejak Januari RI cuan terus dari pos perdagangan internasionalnya. Suatu kondisi yang sangat jarang dijumpai kecuali saat pandemi seperti sekarang ini. Secarakeseluruhan Indonesia berhasil membukukan surplus neraca dagang sebesar US$ 7,7 miliar atau setara dengan Rp 110,1 triliun.
Sentimen perdagangan hari ini datang dari data pengangguran AS yang ‘ok’ mampu menjadiboosteruntuk aset-aset berisiko seperti ekuitas. Data klaim tunjangan pengangguran di AS mencapaiangka 444.000, atau jauh lebih baik dari polling Dow Jones yang semula memperkirakan angka 452.000 setelah sepekan sebelumnya mencapai 473.000.
Angka pengangguran yang terus turun menjadi indikator positif bahwa perekonomian terbesar di dunia semakin membaik seiring dengan masifnya vaksinasi dan pembukaan ekonomi secara gradual.
Dari sisi data makro, investor juga perlu mencermati rilis data PMI manufaktur di berbagai negara mulai dari Asia seperti Jepang hingga Eropa yang dirilis hari ini. Data PMI manufaktur untuk pembacaan awal bulan Mei diperkirakan bakal lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Apabila angka riilnya lebih baik, maka hal ini akan menjadi katalis positif untuk aset-aset berisiko seperti saham.
Pergerakan rupiah dengan menggunakan periode harian (daily) dari indikator Boillinger Band (BB) melalui metode area batas atas (resistance) dan batas bawah (support). Saat ini, rupiah berada di area batas bawah dengan BB yang kembali menyempit maka pergerakan rupiah selanjutnya terbatas cenderung terapresiasi.
Untuk mengubah bias menjadi bullish atau penguatan, perlu melewati level resistance di angka Rp 14.390/US$. Sementara rupiah punya peluang menguat apabila menembus level support di angka 14.200/US$.
Indikator Relative Strength Index (RSI) sebagai indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu dan berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20.
Saat ini RSI berada di area 38 yang belum menunjukkan adanya indikator jenuh jual ataupun jenuh beli alias netral.
Secara keseluruhan, melalui pendekatan teknikal dengan indikator BB di batas bawah dan masih melebar, maka pergerakan selanjutnya menyamping cenderung menguat. Hal ini juga terkonfirmasi dengan indikator RSI yang berada di area netral.
Rupiah perlu melewati (break) salah satu level resistance atau support, untuk melihat arah pergerakan selanjutnya.
Sumber CNBC Indonesia