Hari ini, mata uang Garuda diprediksi akan bergerak pada kisaran Rp14.490 – Rp14.540 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada hari ini, Jumat (2/7/2021) diperkirakan belum punya banyak tenaga di tengah aksi beli dolar Amerika Serikat (AS) menjelang rilis data penggajian (nonfarm payrolls) tenaga kerja AS.
Berdasarkan data Bloomberg, kemarin (1/7/2021), rupiah mengakhiri perdagangan dengan melemah tipis 0,02 persen atau 2,5 poin ke level Rp14.502,50 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar AS turun 0,01 persen ke posisi 92,43.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan, rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif pada hari ini, namun cenderung melanjutkan pelemahannya. “Rupiah kemungkinan akan bergerak pada kisaran Rp14.490 – Rp14.540,” jelasnya, dalam riset harian, dikutip Jumat (2/7/2021).
Dolar AS terpantau terkonsolidasi seiring dengan sikap pelaku pasar yang menunggu laporan ketenagakerjaan utama Jumat ini untuk mencari indikasi tentang kebijakan The Fed di masa depan. Data yang menunjukkan perusahaan-perusahaan AS mempekerjakan lebih banyak karyawan baru dari ekspektasi pada Juni, menambah tanda-tanda bahwa pasar tenaga kerja negara tersebut pulih dengan kuat.
Penggajian swasta meningkat lebih besar dari perkiraan 692.000 pekerjaan bulan lalu, menurut data ADP Research Institute yang dirilis Rabu, di atas 600.000 pekerjaan yang diharapkan.
Laporan ADP adalah pendahuluan yang diawasi secara luas untuk rilis nonfarm payrolls resmi AS pada hari Jumat, meskipun hubungan antara keduanya tidak seketat biasanya sejak pandemi dimulai. Tapi itu adalah laporan pasar tenaga kerja resmi yang lebih berbobot dengan The Fed.
Di dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan lonjakan jumlah kasus virus corona di Indonesia belum berdampak ke tingkat inflasi atau kenaikan indeks harga konsumen pada Juni 2021, begitu juga dengan kebijakan PPKM mikro darurat.
Lonjakan kasus virus corona sudah terjadi dalam beberapa hari terakhir di Tanah Air dan indeks harga konsumen mencatatkan deflasi 0,16 persen pada Juni lalu. “Tetapi, hal ini bukan semata-mata karena kasus covid-19 melonjak,” kata Ibrahim.
BPS menyebutkan, dampak pemberlakuan PPKM Darurat baru terlihat pada bulan depan. Deflasi pada Juni 2021 terjadi karena penurunan harga sejumlah bahan pangan. Mulai dari cabai merah, daging ayam ras, cabai rawit, bawang merah, dan lainnya.
Di sisi lain, lonjakan kasus covid-19 juga belum mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat. Hal ini terbukti dari tingkat inflasi inti sebesar 0,14 persen dan memberi andil 0,09 persen kepada inflasi secara keseluruhan.
Sumber Bisnis.com