Sentimen pelaku pasar yang sedang memburuk membuat sulit untuk menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) yang juga sedang lemah. Rupiah sebenarnya punya kesempatan untuk menguat melihat pelemahan dolar AS tersebut, tetapi hingga siang ini belum ada tanda-tanda rupiah akan berbalik menguat.
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.520/US$. Cukup lama di level tersebut, rupiah kemudian melemah hingga 0,17% ke Rp 14.545/US$ pada pukul 11:35 WIB.
Di pasar non-deliverable forward (NDF), nilai tukar rupiah siang ini lebih lemah dibandingkan beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi. Hal tersebut mengindikasikan rupiah sulit untuk balik menguat.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Pasar saham global sedang mengalami aksi jual, yang menjadi indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar. Pemicunya, meningktanya risiko merosotnya lagi perekonomian global.
Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann, mengatakan kembali menyebarnya virus corona menjadi salah satu risiko utama pemulihan ekonomi global.
“Kita harus melakukan apa yang bisa kita lakukan agar sebanyak mungkin orang-orang di seluruh dunia divaksinasi,” kata Cormann sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (8/7/2021).
“Penyebaran terbaru Covid-19 masih menjadi musuh risiko terbesar dalam hal pemulihan ekonomi yang berkelanjutan,” tambahnya.
Sementara itu dolar AS saat sentimen pelaku pasar memburuk justru ikut melemah. Dolar biasanya dianggap sebagai aset aman (safe haven), sehingga akan menjadi sasaran investasi ketika sentimen pelaku pasar memburuk.
Tetapi kali ini dolar AS malah melemah, indeks yang mengukur kekuatannya (DXY) kemarin melemah 0,25% pada perdagangan Kamis.
Perekonomian Amerika Serikat juga dikhawatirkan akan mengalami kemunduran akibat penyebaran virus corona varian delta yang lebih mudah menginfeksi.
“Peningkatan kasus Covid, terutama varian Delta memicu kekhawatiran bahwa akselerasi ekonomi akan melambat,” tutur Timothy Lesko, analis Granite Investment Advisors kepada CNBC International.
Kecemasan tersebut semakin meningkat setelah data menunjukkan klaim tingkat pengangguran di AS melonjak.
Departemen Tenaga Kerja AS dengan terkuaknya data bahwa 373.000 orang mengajukan klaim tunjangan pengangguran untuk pertama kali selama sepekan lalu. Angka itu lebih buruk dari konsensus ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 350.000.
Sumber CNBC Indonesia