Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat resmi diperpanjang, tetapi bukan hal tersebut yang membuat rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu (21/7/2021).
Status dolar AS sebagai aset aman (safe haven) yang membuat rupiah kesulitan menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 14.520/US$. Setelahnya, rupiah mengalami depresiasi hingga 0,24% ke Rp 14.550/US$ dan tertahan di level tersebut hingga pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih akan kesulitan untuk bangkit. Hal tersebut terindikasi dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak berbeda jauh siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Dari dalam negeri, PPKM Mikro Darurat resmi diperpanjang hingga 25 Juli mendatang, Jika kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) terus menunjukkan penurunan, maka mulai 26 Juli PPKM Mikro Darurat akan dilonggarkan secara bertahap.
Perpanjang PPKM Mikro Darurat tersebut sebenarnya tidak menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Sebab sebelumnya muncul isu perpanjangan hingga akhir Juli bahkan PPKM Mikro Darurat selama 6 pekan. Terbukti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,34% di perdagangan sesi I.
Penyebab rupiah kesulitan menguat adalah status dolar AS sebagai safe haven. Aset-aset safe haven saat ini sedang banyak dijadikan investasi, sebab perekonomian global dikhawatirkan akan melambat akibat lonjakan kasus Covid-19 secara global.
“Saya percaya aset safe haven pantas untuk menguat, mengingat pemulihan ekonomi global yang melambat sehingga ekspektasi pertumbuhan yang tinggi layak dipertanyakan,” kata Juan Perez, ahli strategi valuta asing di Tempus Inc di Washington, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (21/7/2021).
Sumber CNBC Indonesia