Rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis (29/9/2021). Meski demikian, di sisa perdagangan hari ini rupiah berpeluang bangkit menguat, sebab dolar AS sedang lesu pasca pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03% di Rp 14.480/US$. Tetapi setelahnya berbalik melemah 0,07%, sebelum tertahan di level Rp 14.490/US$ atau melemah 0,03% hingga pukul 12:00 WIB.
Tanda-tanda penguatan rupiah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Rupiah mengalami tekanan akibat kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia yang kembali naik mendekati 50.000 orang per hari. Jika terus menanjak, maka pelonggaran lebih lebih lanjut PPKM level 4 kemungkinan akan ditunda.
Hal tersebut berisiko membuat perekonomian Indonesia melambat di kuartal III-2021, dan akhirnya berdampak negatif bagi rupiah.
Di sisi lain, dolar AS sedang dalam tekanan pasca pengumuman kebijakan moneter The Fed. Indeks dolar AS yang sebelumnya menguat, langsung berbalik melemah. Sebabnya, belum ada kejelasan kapan tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dilakukan.
Banyak analis kini memprediksi The Fed akan melakukan tapering di awal tahun depan.
“Saya pikir Powell membuat proyeksi pelaku pasar bergeser lagi. Jika anda melihat The Fed akan mengumumkan tapering pada pertemuan Jackson Hole (bulan Agustus), pernyataan The Fed hari ini menunjukkan kemungkinan tersebut sangat kecil,” kata Michelle Meyer, kepala ekonom Bank of America, sebagaimana dilansir CNBC International.
“Dan dengan mengatakan ‘pada pertemuan-pertemuan’ mendatang, The Fed jadi memiliki banyak pilihan kapan mereka akan memberikan sinyal atau mengumumkan tapering,” tambahnya.
Meyer sendiri memprediksi The Fed akan mengumumkan rencana tapering di akhir tahun ini, tetapi tidak menutup kemungkinan di bulan September. Dan tapering resmi dimulai di awal tahun depan.
“Saya pikir The Fed masih mungkin mengumumkan rencana tapering di bulan September, tergantung dari data tenaga kerja. Jika sangat kuat, maka saya pikir Powell akan memberikan lebih banyak detail pada bulan September,” kata Meyer.
Sumber CNBC Indonesia