Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar spot hingga tengah hari ini. Dolar AS pun berhasil dilengserkan ke bawah Rp 14.300.
Pada Senin (4/10/2021) pukul 11:25 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.280. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Rupiah berhasil memanfaatkan laju dolar AS yang melambat. Pada pukul 11:27 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,04%.
Laju mata uang Negeri Paman Sam memang sudah lumayan ngebut. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index menguat 2,21%. Sejak akhir 2020 (year-to-date), indeks ini naik 4,59%.
Buat Negeri Paman Sam sendiri, keperkasaan dolar AS bisa berdampak negatif. Penguatan dolar AS akan membuat produk mereka jadi mahal bagi konsumen di negara lain. Kinerja ekspor AS akan terpukul. Selain itu, keuntungan yang didapat perusahaan multinasional menjadi lebih sedikit kala dikonversikan ke dolar AS.
“Jadi, penguatan dolar AS saar ini akan menciptakan badai yang sempurna (perfect storm). Dampaknya akan ke mana-mana,” ujar Simon Harvey, Senior FX Market Analyst di Monex Europe yang berbasis di London (Inggris), seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, penguatan rupiah juga didukung oleh kenaikan harga komoditas andalan ekspor Indonesia. Misalnya minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Pada pukul 10:06 WIB, harga CPO di Bursa Malaysia tercatat MYR 4.531/ton. Naik 0,58% dari posisi akhir pekan lalu.
Harga CPO masih menjalani tren bullish. Dalam sepekan terakhir, harga naik 3,12% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya adalah 4,52%.
Indonesia adalah negara produsen dan eksportir CPO terbesar dunia. Kenaikan harga komoditas berarti devisa hasil ekspor yang diterima Indonesia akan membengkak. Melimpahnya pasokan valas di perekonomian domestik menjadi pijakan kuat bagi stabilitas rupiah.
Sumber CNBC Indonesia