Rupiah tidak pernah mencicipi zona hijau sejak awal perdagangan Rabu (17/11), bahkan semakin terdepresiasi hingga tengah hari. Dolar Amerika Serikat (AS) memang sedang kuat-kuatnya, sementara rupiah menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke Rp 14.230/US$. Setelahnya rupiah terdepresiasi hingga 0,35% ke Rp 14.270/US$. Pada pukul 12:00 WIB, Mata Uang Garuda berada di Rp 14.260/US$, melemah 0,28% di pasar spot.
Indeks dolar AS yang kemarin melesat melesat 0,52% ke 95,92, yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2020. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut melesat setelah data penjualan ritel Amerika Serikat yang lebih tinggi dari ekspektasi.
Sementara itu gubernur BI, Perry Warjiyo dan kolega mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai hari ini hingga besok.
Sejak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, BI sudah memangkas suku bunga sebesar 150 basis poin menjadi 3,5% yang merupakan rekor terendah dalam sejarah.
Hasil polling Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menahan suku bunga, dan baru akan menaikkan sebesar 25 basis poin pada akhir tahun 2022.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia juga memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,5.
Dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil meski The Fed sudah melakukan tapering, maka tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga bisa dikatakan nihil. Suku bunga rendah masih diperlukan untuk membantu perekonomian Indonesia bangkit lagi setelah melambat di kuartal III-2021 lalu.
Di sisa perdagangan hari ini rupiah masih sulit untuk menguat melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi ini.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Sumber CNBC Indonesia