Nilai tukar rupiah merosot melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah membukukan penguatan 3 hari beruntun. Hingga pertengahan perdagangan Kamis (8/4/2021), rupiah semakin dekat dengan Rp 14.600/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.500/US$. Setelahnya depresiasi rupiah bertambah hingga 0,48% ke Rp 14.560/US$. Posisi rupiah sedikit membaik, berada di Rp 14.550/US$, melemah 0,41% di pasar spot.
Meski tertekan cukup kuat, tetapi rupiah berpeluang memangkas pelemahan di sisa perdagangan hari ini. Hal tersebut terindikasi dari pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Indeks dolar AS yang merosot 0,46% pada hari Senin, dan 0,28% di hari Selasa membuat rupiah mampu mencetak hat-trick. Namun pada perdagangan Rabu waktu AS, indeks dolar AS bangkit dan menguat 0,13%. Pagi tadi indeks dolar AS sempat naik lagi, sebelum berbalik turun 0,09% siang ini.
Dolar AS masih perkasa pada hari ini meski bank sentral AS (The Fed) tidak mengubah kebijakan moneternya dalam waktu dekat. Hal tersebut tertuang dalam rilis notula rapat kebijakan moneter edisi Maret dini hari tadi waktu Indonesia.
Namun, pasar masih belum percaya dengan sikap The Fed tersebut. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group yang menunjukkan mulai munculnya “suara-suara” kenaikan suku bunga di akhir tahun ini.
Berdasarkan perangkat FedWatch tersebut, pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 10,4% The Fed akan menaikkan suku bunga menjadi 0,5% pada bulan Desember 2021. Meski probabilitas tersebut kecil, tetapi mengalami kenaikan nyaris 2 kali lipat dibandingkan sepekan lalu 5,4%.
Jika data ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan, tidak menutup kemungkinan probabilitas tersebut akan semakin meningkat. Apalagi, The Fed sendiri merubah proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini menjadi 6,5% dari prediksi sebelumnya 4,2%.
Besarnya revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak diikuti dengan pembaharuan panduan kebijakan yang akan diambil, sehingga menimbulkan tanda-tanya di pasar.
Sumber CNBC Indonesia