Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis (4/3/2021). Yield obligasi (Treasury) AS yang kembali naik memberikan pukulan bagi rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,07%. Tetapi tidak lama, Mata Uang Garuda langsung masuk ke zona merah. Pelemahan makin membengkak hingga 0,42% ke Rp 14.300/US$.
Rupiah terlihat kesulitan untuk bangkit di sisa perdagangan hari ini. Hal tersebut tercermin dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang siang ini tidak berbeda jauh ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Kemarin rupiah mampu membukukan penguatan 0,42% setelah melemah dalam 3 hari beruntun. Dolar AS tertekan akibat ekspektasi cairnya stimulus fiskal dalam waktu dekat.
Rancangan undang-udang (RUU) stimulus fiskal US$ 1,9 triliun sudah disetujui oleh House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR) AS dan saat ini berada di Senat.
Partai Demokrat di Senat berusaha meloloskan RUU tersebut pada pekan depan dan diserahkan ke Presiden Joseph ‘Joe’ Biden agar ditandatangani sebelum tanggal 14 Maret, saat stimulus fiskal yang ada saat ini berakhir.
Saat stimulus fiskal cair, jumlah uang yang beredar di perekonomian AS akan bertambah, secara teori dolar AS akan melemah.
Namun, rupiah kembali melemah hari ini, sebab sentimen pelaku pasar kembali memburuk akibat kenaikan yield obligasi (Treasury) AS. Selain setimen pelaku pasar yang memburuk, kenaikan yield tersebut juga berisiko memicu capital outflow di pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit.
Oleh karena itu, kenaikan yield Treasury memberikan pukulan ganda bagi rupiah, dari sentimen pelaku pasar yang memburuk dan risiko terjadinya capital outflow di pasar obligasi.
Sumber CNBC Indonesia