Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis (1/7/2021).
Sektor manufaktur Indonesia yang mulai “digerogoti” virus corona memberikan sentimen negatif ke rupiah. Namun, penekan utama Mata Uang Garuda adalah perkasanya dolar AS.
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,03%, tetapi setelahnya merosot hingga 0,38% ke Rp 14.550/US$. Rupiah berhasil memperbaiki posisinya, berada di level Rp 14.525/US$, melemah 0,21% pada pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah berpeluang memangkas lagi pelemahannya melihat pergerakan di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Jelang pengumuman Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat, IHS Markit melaporkan kabar kurang bagus. Aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) pada Juni 2021 dilaporkan 53,5.
Meski masih menunjukkan ekspansi (angka indeks di atas 50), tetapi menunjukkan pelambatan dari sebelumnya sebesar 55,3 di mana kala itu menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.
“Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada Juni mengalami perlambatan akibat gelombang kedua serangan virus corona. Produksi tetap tumbuh dengan kuat meski dampak pandemi perlu dilihat dalam beberapa bulan ke depan.
“Secara umum, dunia usaha masih optimistis dengan masa depan produksi manufaktur. Namun gangguan akibat pandemi mulai menunjukkan tanda-tanda kewaspadaan,” jelas Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sehingga berlanjutnya ekspansi menjadi sangat penting guna memulihkan perekonomian.
Laju ekspansi tersebut berisiko melambat lebih jauh, sebab PPKM Mikro Darurat yang lebih ketat kabarnya akan diterapkan pada 3-20 Juli.
Jika angka indeks turun ke bawah 50, artinya sektor manufaktur mengalami kontraksi, yang tentunya menjadi kabar buruk bagi perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, dolar AS sedang kuat-kuatnya. Indeks dolar AS sudah menguat 6 hari beruntun, kemarin bahkan melesat 0,42% ke 92,436 yang merupakan level tertinggi sejak awal April lalu.
Dolar AS terus menguat tajam setelah Automatic Data Processing Inc. (ADP) melaporkan sepanjang bulan Juni sektor swasta AS mampu menyerap 692.000 tenaga kerja, lebih tinggi dari survei Reuters sebanyak 600.000 tenaga kerja.
Data ini biasanya digunakan untuk memprediksi data tenaga kerja versi pemerintah yang akan dirilis Jumat besok.
Pasar tentunya menanti rilis data tersebut pada Jumat waktu waktu AS untuk melihat seberapa kuat kemungkinan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dilakukan bank sentral AS (The Fed) di tahun ini.
Sumber CNBC Indonesia