elemahan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) semakin membengkak hingga pertengahan perdagangan Senin (13/9/2021). Rupiah yang berada di level terkuat dalam 3 bulan terakhir diterpa kasi profit taking, di saat sentimen pelaku pasar sedang memburuk.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,21% ke Rp 14.230/US$. Sempat memangkas penguatan hingga stagnan di Rp 14.200/US$, depresiasi rupiah kemudian malah semakin besar hingga 0,39% di Rp 14.255/US$ di pasar spot.
Sebelum melemah hari ini, rupiah sudah membukukan penguatan 3 pekan beruntun. Saat sentimen pelaku pasar memburuk, yang tercermin dari melemahnya bursa saham, dolar AS yang menyandang status safe haven diuntungkan. Alhasil, rupiah pun diterpa aksi profit taking.
“Dinamika yang terjadi saat ini menguntungkan dolar AS,” kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang di National Australia Bank (NAB), sebagaimana dilansir CNBC International.
Ia mengatakan saat ini sedang terjadi sentimen alih risiko, sebab kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) melonjak di beberapa negara yang vaksinasinya sudah tinggi, seperti Singapura dan Inggris.
Sementara itu kasus Covid-19 terus menurun dan terkendali. Pelaku pasar menanti apakah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan kembali dilonggarkan atau tidak.
Perkembangan pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia sudah jauh membaik dan terkendali, tetapi PPKM akan tetap dilakukan selama masih pandemi. Hanya saja, biasanya akan ada pelonggaran.
Pada 12 September 2021, Kementerian Kesehatan melaporkan pasien positif corona bertambah 3.779 orang dari hari sebelumnya. Ini adalah tambahan kasus harian terendah sejak 16 Mei 2021.
Puncak kasus positif terjadi pada 15 Juli 2021, di mana kala itu penambahan pasien mencapai 56.757 orang. Jadi sejak puncak itu hingga kemarin, kasus positif corona di Tanah Air sudah turun 93,34%.
Kemudian jumlah kasus aktif corona tercatat 109.869 orang. Ini adalah yang terendah sejak 12 Juni 2021.
Pandemi yang terkendali juga terlihat dari data temuan kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate). WHO menetapkan ambang batas 5% agar pandemi bisa disebut terkendali.
Pada 12 September 2021, positivity rate Indonesia adalah 3,05%. Artinya, Indonesia sudah bisa mengklaim bahwa pandemi terkendali.
Dengan demikian, pelaku pasar akan menanti pelonggaran apa yang akan diberikan pemerintah. Setiap pelonggaran tentunya berdampak bagus, aktivitas bisnis akan berputar lebih cepat.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih akan tertekan, terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan tadi pagi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Sumber CNBC Indonesia