Rupiah membukukan pelemahan 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga perdagangan Selasa lalu (10/8) sebelum libur 1 Muharram Rabu kemarin.
Spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan melakukan tapering (aksi pengurangan pembelian aset) di tahun ini membuat dolar AS perkasa dan rupiah melemah 0,14% ke Rp 14.380/US$ pada 2 hari lalu.
Namun, pada perdagangan Kamis (12/8/2021) rupiah berpeluang bangkit sebab dolar AS kini sedikit tertekan akibat rilis data inflasi yang lebih rendah dari prediksi.
Indeks Dolar AS kemarin melemah 0,14% ke 92,922, dan berlanjut turun 0,03% pagi ini.
Inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) di bulan Juli tumbuh 0,5% dari bulan sebelumnya (month-to-month/MtM), lebih sama dengan prediksi Reuters. Sementara dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) inflasi tumbuh 5,4%.
Sementara inflasi inti tumbuh 0,3% MtM, lebih rendah dari prediksi 0,4% MtM. Secara tahunan inflasi inti tumbuh 4,3%.
Rupiah masih memilik potensi menguat, sebab masih bergerak di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), dan MA 100 yang berada di kisaran Rp 14.410/US$. Apalagi indikator stochastic belum mencapai wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika rupiah yang disimbolkan USD/IDR mencapai wilayah oversold, maka ada kemungkinan berbalik naik, artinya rupiah melemah.
Jika menembus ke bawah Rp 14.350/US$, rupiah berpeluang menguat ke support terdekat berada di kisaran Rp 14.300/US$ yang menjadi target penguatan. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang ke Rp 14.270/US$ hingga Rp 14.260/USD atau MA 200 yang akan menjadi support kuat.
Sumber CNBC Indonesia