Nilai tukar rupiah menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (16/8/2021).
Dolar AS sedang mengalami tekanan akibat buruknya data sentimen konsumen bulan ini, sementara dari dalam negeri Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi perhatian.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.385/US$. Setelahnya Mata Uang Garuda menguat tipis 0,03% di Rp 14.380/US$ pada pukul 9:07 WIB.
Presiden Jokowi saat ini sudah tiba di Gedung MPR RI untuk melaksanakan sidang tahunan.
Pelaku pasar akan mencermati proyeksi ekonomi Indonesia dalam pidato Nota Keuangan 2022. Apalagi jika melihat perekonomian Indonesia di kuartal III-2021 ini yang berisiko mengalami pelambatan, sebab kasus penyakit virus corona (Covid-19) yang melonjak sehingga memaksa pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4.
Akibatnya, roda bisnis kembali tersendat, bahkan hingga saat ini.
Sementara itu dolar AS sedang tertekan, sebab akibat merosotnya sentimen konsumen AS. University of Michigan (UoM) pada hari Jumat melaporkan indeks sentimen konsumen bulan Agustus anjlok hingga ke level 70,2 dari bulan sebelumnya 81,2. Level tersebut bahkan lebih rendah dari saat pandemi 71,8 pada April 2020 lalu.
Angka indeks sebesar 70,2 tersebut merupakan yang terendah sejak 2011. Selain itu, penurunan tajam indeks ini dikatakan sangat jarang terjadi.
“Selama setengah abad, indeks sentimen konsumen hanya mencatat 6 kali penurunan tajam, semuanya terjadi akibat perubahan kondisi ekonomi secara tiba-tiba,” kata Richard Curtin, kepala ekonom di UoM, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (13/8/2021).
Selain bulan ini, dua penurunan terbesar terjadi pada April 2020, dan Oktober 2008 saat krisis finansial global.
Jebloknya indeks sentimen konsumen terjadi akibat kembali menanjaknya kasus Covid-19 khususnya varian delta. Tetapi kabar baiknya, ketika penyebaran corona delta bisa diredam lagi, maka indeks sentimen konsumen akan cepat berbalik naik.
“Konsumen melihat alasan yang tepat jika perekonomian akan melambat beberapa bulan ke depan. Tetapi jebloknya sentimen konsumen yang tajam juga dipengaruhi faktor emosional, dimana harapan pandemi akan berakhir dalam waktu dekat belum bisa tercapai,” kata Curtin.
“Dalam beberapa bulan ke depan, konsumen kemungkinan akan melihat dengan lebih rasional, dan jika corona delta bisa diredam, maka mereka akan semakin optimis,” tambahnya.
Sumber CNBC Indonesia