Nilai tukar rupiah berbalik melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (23/4/2021). Rupiah kini terancam memperpanjang rekor beruk yang berusia lebih dari 5 tahun.
Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya menguat tipis 0,03% ke Rp 14.510/US$. tetapi setelahnya berbalik melemah hingga 0,24% ke Rp 14.550/US$. Posisi rupiah membaik, berada di level Rp 14.535/US$, melemah 0,14% pada pukul 12:18 WIB.
Rupiah sudah mencatat rekor buruk tidak pernah menguat dalam 9 pekan beruntun minggu lalu, terpanjang sejak September 2015 saat melemah 11 pekan beruntun. Pada minggu lalu, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.560/US$, jika rupiah pada hari ini berakhir di level tersebut, maka rekor buruk akan bertambah menjadi 10 pekan.
Namun, rupiah berpeluang menghentikan rekor buruk tersebut melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang siang ini lebih kuat ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Sentimen pelaku pasar yang kurang bagus memberikan tekanan bagi rupiah pada hari ini. Setelah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dipangkas, kini peringkat surat utang belum mendapat kenaikan.
Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini menjadi 4,3%, dibandingkan proyeksi yang diberikan bulan Januari lalu sebesar 4,8%. Pada bulan Oktober tahun lalu, IMF bahkan memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan melesat 6,1%.
Kemudian Bank Indonesia (BI) Selasa lalu mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan 3,5%. Namun, BI menurunkan proyeksi produk domestik bruto (PDB) tahun ini menjadi 4,1-5,1% dari sebelumnya 4,3-5,3%.
Sementara itu, lembaga pemeringkat global yang berbasis di New York AS, Standard and Poor’s (S&P) masih mempertahankan prospek atau outlook “negatif” atas surat utang Indonesia dengan rating BBB pada 22 April 2021.
Peringkat surat utang Indonesia diturunkan menjadi “negatif” dari sebelumnya “stabil” pada 17 April 2020 lalu.
Berdasarkan laporan resmi S&P dikutip Jumat pagi (23/4), lembaga rating ini menyatakan bahwa peringkat Indonesia dipertahankan pada level BBB (Investment Grade) karena prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat dan rekam jejak kebijakan yang berhati-hati yang tetap ditempuh otoritas.
Pada sisi lain, S&P juga menyatakan bahwa risiko fiskal dan risiko eksternal terkait pandemi Covid-19 perlu menjadi perhatian.
S&P memperkirakan perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terakselerasi pada 2022 seiring percepatan program vaksinasi dan normalisasi aktivitas ekonomi secara bertahap.
Sumber CNBC Indonesia