Rupiah kemarin mengakhiri rentetan penguatan dalam 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Tetapi di awal perdagangan Kamis (13/1) rupiah langsung “balas dendam”. Jebloknya dolar AS lagi-lagi dimanfaatkan rupiah lepas dari zona merah.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.305/US$, dan bertahan di posisi tersebut hingga pukul 9:05 WIB.
Dalam dua hari terakhir indeks dolar AS malah jeblok lebih dari 1%. Pada perdagangan Rabu kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini jeblok hingga 0,74% ke 94,915, yang merupakan level terendah sejak 11 November lalu. Sementara sehari sebelumnya juga turun 0,38%.
Indeks dolar AS masih jeblok meski inflasi di Amerika Serikat terus meroket. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) melesat 7% year-on-year (YoY) di bulan Desember. Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Juni 1982.
Meski inflasi tinggi, nyatanya tidak mampu mendongkrak kinerja dolar AS, sebab The Fed dikatakan sudah berada di puncak hawkish.
“Perekonomian Amerika Serikat sudah siap dengan kenaikan suku bunga di bulan Maret,” kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (12/1).
“Masalah bagi dolar adalah pasar sudah berekspektasi tinggi jika The Fed akan hawkish di tahun ini. Jadi tingginya inflasi hanya memperkuat ekspektasi yang sudah price in terhadap nilai dolar AS,” tambahnya.
Pelaku pasar juga melihat testimoni ketua The Fed, Jerome Powell di hadapan Senat, yang dianggap tidak lebih hawkish dari rilis notula rapat kebijakan moneter pekan lalu.
Powell mengatakan perekonomian AS kini sudah kuat menahan kenaikan suku bunga maupun lonjakan kasus penyakit akibat virus coron (Covid-19) varian Omicron.
“Inflasi saat ini jauh lebih tinggi dari target. Perekonomian tidak lagi memerlukan kebijakan moneter akomodatif yang kami terapkan saat ini,” kata Powell dalam testimonisnya, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (11/1).
Pasar sebelumnya memperkirakan Powell bisa lebih hawkish dari notula rapat kebijakan moneter yang dirilis pekan lalu. Dalam notula tersebut terungkap beberapa pejabat The Fed melihat nilai neraca (balance sheet) bisa segera dikurangi setelah suku bunga dinaikkan.
Sumber CNBC Indonesia