Rupiah sepanjang perdagangan Senin kemarin mengalami tekanan hingga akhirnya merosot 0,56%. Dolar Amerika Serikat (AS) yang sedang kuat-kuatnya membuat rupiah sulit ‘bernafas’.
Tetapi pada perdagangan hari ini, Selasa (2/11) rupiah akhirnya mampu menguat di awal perdagangan setelah the greenback mulai mundur.
Rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,04% ke Rp 14.240/US$, dan masih terpaku di level tersebut hingga pukul 9:05 WIB, melansir data Refinitiv.
Indeks dolar AS kemarin melemah 0,26% ke 93,879 dan bagi ini masih belum jauh dari level tersebut. Sementara di hari Jumat, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 0,83% yang membuat rupiah terpuruk kemarin.
Jumat lalu, rilis data inflasi AS berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang kembali menanjak membuat emas terpuruk kemarin, sebab The Fed diperkirakan lebih agresif dalam melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan inflasi PCE tumbuh 4,4% year-on-year (YoY) di bulan September, menjadi yang tertinggi sejak tahun 1991, dan naik dari bulan sebelumnya 4,3% YoY.
Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 3,6% YoY, sama dengan pertumbuhan bulan Agustus, tetapi juga berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Inflasi PCE merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Inflasi PCE yang terus meningkat membuat The Fed membuat The Fed kemungkinan lebih agresif dalam melakukan tapering, bahkan bisa jadi akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Mayoritas anggota dewan The Fed memang melihat suku bunga bisa naik di tahun 2022, dan bisa menjadi mimpi buruk bagi rupiah.
“Anda melihat pergerakan besar (indeks dolar AS) di hari Jumat akibat data PCE dan Anda melihat sedikit kemunduran saat ini,” kata Joseph Trevisani, analis di FXStreet.com sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (2/11)
Trevisani juga mengatakan tidak ada yang tahun pasti apa yang akan dilakukan The Fed, sehingga kemana arah dolar AS masih belum jelas.
The Fed hampir pasti akan mengumumkan tapering, tetapi seberapa agresif masih belum diketahui. Pasar saat ini memprediksi tapering akan sebesar US$ 15 miliar setiap bulan dari level saat ini US$ 120 miliar per bulan. Sehingga perlu waktu 8 bulan hingga QE menjadi nol atau selesai.
Sumber CNBC Indonesia