Penguatan dalam dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin tidak serta merta membuat rupiah terpuruk. Di awal perdagangan Jumat (17/9), Mata Uang Garuda hanya melemah tipis.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.250/US$. Rupiah akhirnya masuk ke zona merah secara perlahan, hingga menyentuh level Rp 14.265/US$ atau melemah 0,1% saja pada pukul 9:14 WIB. Padahal, indeks dolar AS kemarin melesat hingga 0,41% ke 92,93 pasca rilis data penjualan ritel.
Pada Agustus 2021, penjualan ritel di Negeri Adidaya tumbuh 0,7% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Jauh membaik ketimbang Juli 2021 yang minus 1,8% mtm. Juga jauh lebih baik dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan minus 0,8%.
“Konsumsi di AS tidak berkurang sebanyak yang diperkirakan. Ekonomi masih bergeliat,” ujar Chris Low, Kepala Ekonom FHN Financials yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Rebound penjualan ritel tersebut membuat pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pekan depan kembali menarik, isu tapering dalam waktu dekat yang sebelumnya sempat meredup kini kembali muncul.
Tetapi pergerakan pagi ini menunjukkan kalau rupiah sebenarnya cukup kuat menghadapi isu tapering. Fundamental rupiah saat ini berbeda dengan 2013 ketika merosot taham saat The Fed mengumumkan tapering.
Bank Indonesia (BI) memiliki cadangan devisa yang cukup untuk melakukan stabilisasi, yaitu US$ 144,8 miliar di akhir Agustus yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Selain itu, kepemilikan asing di pasar obligasi pada 2013 lalu porsi asing mencapai 40%, sehingga ketika ada pergerakan keluar masuk mempengaruhi nilai tukar hingga suku bunga acuan. Sementara sekarang porsi asing hanya sekitar 23%.
Fitch Solutions dalam laporan terbarunya bahkan memprediksi Mata Uang Garuda akan berada di Rp 14.000/US$ di akhir tahun ini.
Proyeksi terbaru Fitch Solution tersebut lebih kuat ketimbang bulan sebelumnya di Rp 14.300/US$. Yang menarik, meski saat nilai tukar rupiah diproyeksikan menguat, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru dipangkas, begitu juga dengan Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga.
Dalam laporan bulanan edisi Agustus dengan judul Delta Variant a Severe Threat to Asia’s Growth Recovery, Fitch Solution memprediksi produk domestik bruto (PDB) Indonesia di tahun ini akan tumbuh 4,38%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 4,5%. Salah satu penyebab pemangkasan tersebut adalah penyebaran virus corona sejak Juli lalu, yang membuat pemerintah mengetatkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Sementara itu, BI yang sudah menahan suku bunga acuan 3,5% dalam 6 bulan beruntun diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,25%.
Sumber CNBC Indonesia