Libur Hari Raya Maulid Nabi kemarin membuat kampanye rupiah menembus Rp 14.000/US$ terhenti. Sehari sebelumnya, rupiah mampu mencatat penguatan 0,23% ke Rp 14.073/US$. Penguatan tersebut berpeluang berlanjut pada perdagangan hari ini, Kamis (21/10).
Sebabnya, dolar AS sedang tertekan akibat outlook perekonomian AS yang sedikit memburuk. Sektor perumahan Negeri Paman Sam secara mengejutkan menunjukkan pelambatan, jumlah izin membangun turun ke level terendah dalam satu tahun terakhir, berdasarkan laporan pemerintahnya Selasa lalu.
Sehari sebelumnya, produksi industri AS dilaporkan turun 1,3% di bulan September dari bulan sebelumnya.
Sementara itu, rupiah sedang dinaungi sentimen positif. Bank Indonesia (BI) dalam pengumuman kebijakan moneter kemarin memprediksi transaksi berjalan di kuartal III-2021 akan mengalami surplus.
Transaksi berjalan menjadi salah satu faktor yang mendukung penguatan rupiah karena mencerminkan pasokan devisa yang bisa bertahan lama di dalam negeri.
Untuk sepanjang 2021, transaksi berjalan diperkirakan masih akan defisit tetapi lebih baik dari proyeksi sebelumnya.
“Ke depan, defisit transaksi berjalan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya menjadi kisaran 0-0,8% dari PDB pada 2021. Defisit transaksi berjalan tetap akan rendah pada 2022 sehingga mendukung ketahanan eksternal Indonesia,” ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Oktober 2021, Selasa (19/10/2021).
Selain itu aliran modal besar yang masuk ke Indonesia juga menopang penguatan rupiah dalam beberapa hari terakhir. Di pasar saham, investor asing melakukan aksi beli bersih senilai Rp 654,14 miliar di pasar reguler Selasa lalu, sehari sebelumnya bahkan tercatat nyaris Rp 1 triliun, dan sepanjang pekan lalu Rp 5,15 triliun.
Masuknya aliran modal ke pasar saham, begitu juga dengan pasar obligasi, bisa berlanjut hari ini melihat sentimen pelaku pasar yang sedang bagus, dan meopang penguatan rupiah.
Secara teknikal, belum ada perubahan proyeksi rupiah kemungkinan sudah mencapai ujung gelombang ketiga dari Elliott Wave. Artinya, rupiah kini akan membentuk membentuk gelombang (wave) ke 4 yang merupakan fase koreksi, sebelum membentuk wave 5 yang merupakan berlanjutnya tren penguatan rupiah yang disimbolkan USD/IDR.
Kemungkinan rupiah sudah berada di puncak wave 3 juga terlihat dari pola Doji yang dibentuk pada Jumat pekan lalu. Secara psikologis, Doji menjadi indikasi pelaku pasar sedang bingung menentukan arah, apakah lanjut menguat, atau terkoreksi.
Selain itu indikator stochastic pada grafik harian juga berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika USD/IDR mengalami oversold, maka harga berpotensi bergerak naik, artinya rupiah mengalami pelemahan.
Area Rp 14.150/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 23,6% yang ditarik pada wave ke 3, menjadi resisten terdekat yang akan menahan koreksi rupiah. Jika ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.185/US$.
Risiko koreksi wave 4 bisa mencapai Rp 14.250/US$ (Fib. Retracement 50%), yang bisa terjadi di pekan ini.
Meski demikian, rupiah juga masih memiliki peluang menguat bahkan menembus ke bawah Rp 14.000/US$ di pekan ini. Syaratnya, selama bertahan di bawah Fib. Retracement 23,6% di kisaran Rp 14.150/US$.
Area Rp 14.070/US$ menjadi support terdekat, jika ditembus rupiah berpotensi menguat menuju Rp 14.020/US$ yang menjadi target penguatan hari ini.
Sumber CNBC Indonesia