Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (15/2/2021). Dolar AS yang sedang lesu, serta data ekonomi dari dalam negeri yang cukup bagus membuat rupiah akhirnya menembus lagi level Rp 13.800-an/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 13.950/US$. Rupiah tidak sempat masuk ke zona merah, malahan penguatan semakin terakselerasi hingga 0,57% ke Rp 13.890/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 7 Januari lalu.
Penguatan rupiah sedikit mengendur, berada di level 13.905/US$ atau menguat 0,47% pada pukul 12:00 WIB.
Lesunya dolar AS menjadi pemicu utama penguatan rupiah. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan the greenback, hingga siang ini melemah 0,17% ke 90,330, sementara sepanjang pekan lalu jeblok 0,62%.
Tanda-tanda melambatnya pemulihan ekonomi AS membuat dolar AS tertekan. Jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 6 Februari tercatat sebanyak 793.000 klaim, masih lebih tinggi dari prediksi Reuters sebanyak 747.000 klaim.
Selain itu, data sentimen konsumen yang dirilis oleh University of Michigan juga menunjukkan penurunan menjadi 76,2 di bulan ini, dari bulan sebelumnya 79, dan menjadi yang terendah sejak Agustus 2020 lalu.
“Sentimen konsumen bergerak turun pada Februari 2021, terutama di sisi ekspektasi penghasilan bagi keluarga berpendapatan di bawah US$ 75.000/tahun. Hanya sedikit rumah tangga di kelompok pendapatan ini mengaku memperoleh kenaikan penghasilan. Meski kabar stimulus fiskal berhembus kencang, tetapi konsumen lebih pesimistis dalam memandang prospek perekonomian,” sebut keterangan tertulis University of Michigan.
Dengan rilis data yang menunjukkan pelambatan pemulihan ekonomi tersebut, alasan pemerintah AS untuk segera menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun semakin menguat.
Saat stimulus cair, maka jumlah uang beredar di perekonomian AS akan semakin meningkat, secara teori dolar AS akan melemah.
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 mencatat surplus. Impor masih mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sementara ekspor tumbuh cukup tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 mencatat surplus. Impor masih mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sementara ekspor tumbuh cukup tinggi.
Kepala BPS Suhariyanto melaporkan nilai impor bulan lalu adalah US$ 13,34 miliar. Turun 6,49% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
Dengan nilai ekspor yang sebesar US$ 15,3 miliar, maka neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 1,96 miliar. Surplus neraca perdagangan sudah terjadi selama sembilan bulan beruntun.
“Terjadi penurunan impor migas 21,9% YoY dan barang non-migas sebesar 4% YoY. Ekspor naik bagus, impor masih kontraksi 6,49% YoY,” kata Suhariyanto, Senin (15/2/2021).
Dengan neraca dagang yang masih membukukan surplus, transaksi berjalan (current account) kemungkinan juga masih akan surplus di kuartal I-2021. Surplus transaksi berjalan tersebut akan menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.
Sumber CNBC Indonesia