Laju penguatan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) masih belum terhenti setelah melesat lebih dari 1% sepanjang pekan lalu. Pada perdagangan Senin (6/9/2021), rupiah kembali menguat dan makin mendekati Rp 14.200/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.260/US$. Rupiah kemudian menguat 0,11% ke Rp 14.245/US$ pada pukul 9:10 WIB.
Indeks dolar AS yang masih terus terpuruk membuat rupiah mampu terus melaju. Rilis data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) pada Jumat pekan lalu memperburuk kondisi the greenback.
Data tersebut menjadi acuan bank sentral AS (The Fed) dalam memutuskan kapan waktu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Departemen Tenaga kerja AS melaporkan penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) bulan Agustus dilaporkan sebanyak 235.000 orang, jauh di bawah median survei Reuters terhadap para ekonom sebanyak 728.000 orang.
Tingkat pengangguran dilaporkan turun menjadi 5,2% dari sebelumnya 5,4%, sesuai dengan hasil survei Reuters, kemudian rata-rata upah per jam tumbuh 0,6% lebih tinggi dari bulan Juli 0,4%.
Meski tingkat pengangguran turun dan rata-rata upah per jam naik, tetapi yang lebih dilihat pelaku pasar adalah NFP. Sebab, mencerminkan kemampuan negara dengan perekonomian terbesar di dunia menciptakan lapangan pekerjaan.
Rilis tersebut menguatkan ekspektasi The Fed baru akan melakukan tapering di akhir tahun ini, dan tidak menutup kemungkinan mundur di awal tahun depan jika data NFP selanjutnya yang dirilis awal bulan depan juga buruk.
di Amerika Serikat, khususnya varian delta sudah menunjukkan dampaknya ke perekonomian.
Commonwealth Bank of Australia (CBA) menjadi salah satu yang memundurkan proyeksi tapering menjadi pertama The Fed menjadi bulan Desember, dari sebelumnya bulan Oktober. CBA juga memprediksi dolar AS akan mengalami tekanan.
“Situasi Covid-19 yang memburuk akan membebani dolar AS, karena ditempat lain situasinya lebih baik,” tulis analis CBA dalam sebuah catatan kepada nasabahnya, yang dikutip Reuters.
Pasca rilis data tenaga kerja, rapat kebijakan moneter The Fed di bulan ini juga dikatakan menjadi kurang penting.
“Data tenaga kerja terbaru memberikan alasan Jerome Powell (ketua The Fed) untuk tidak terburu-buru melakukan tapering, dia bisa mengatakan ‘saya sudah memberi tahu anda sebelumnya’, dan ini membuat rapat kebijakan moneter The Fed menjadi kurang penting,” kata JJ Kinahan, kepala strategi pasar di TD Ameritrade di Chicago, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (3/9/2021).
Alhasil, dolar AS terpuruk. Pada Jumat lalu melemah 0,21%, dan dalam sepekan 0,7%. Jika dilihat ke belakangan, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini sudah turun dalam 10 dari 11 hari perdagangan.
Sumber CNBC Indonesia