Nilai tukar rupiah bergerak fluktuatif melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga perdagangan Senin (1/2/2021). Pergerakan rupiah sama dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak bak roller coaster.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.010/US$. Sempat menyentuh Rp 14.000/US$, rupiah berbalik melemah 0,11% ke Rp 14.035/US$.
Setelahnya, rupiah bergerak antara penguatan dan pelemahan, dan berada di level Rp 14.025/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Rupiah masih sulit untuk menembus Rp 14.000/US$ hari ini, terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak berbeda jauh siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Sentimen pelaku pasar yang kurang bagus membuat rupiah sulit menembus Rp 14.000/US$. Buruknya sentimen pelaku pasar terlihat dari IHGS yang ambrol lebih dari 2% pagi tadi, sebelum berbalik melesat lebih dari 1%, dan sempat merosot lagi nyaris ke zona merah.
Meski demikian, data dari dalam negeri yang cukup bagus memberikan tenaga bagi rupiah.
IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia periode Januari 2021 sebesar 52,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang memasuki masa ekspansi.
“Sektor manufaktur Indonesia masih berada di jalur pemulihan pada awal 2021. Produksi industri dan pesanan baru (new orders) meningkat ke posisi tertinggi. Tren ini akan mendorong kepercayaan diri pelaku usaha,” kata Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Pesanan baru pada Januari 2021 meningkat ke posisi tertinggi sejak IHS Markit mulai melakukan survei di Indonesia pada Juli 2014. Ini menggambarkan bahwa permintaan konsumen mulai pulih. Walau permintaan ekspor masih terbatas karena negara-negara mitra dagang utama Indonesia masih bergelut dengan pandemi virus corona.
Yang bagus dari ekspansi tersebut adalah terjadi saat berlangsung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Hal tersebut dikhawatirkan akan memperlambat pemulihan ekonomi Indonesia, sebab kegiatan masyarakat banyak yang dibatasi.
Tetapi nyatanya sektor manufaktur Indonesia justru semakin berekspansi. Meski demikian, data tersebut masih belum mampu membawa rupiah menembus ke bawah Rp 14.000/US$.
Sumber CNBC Indonesia