Nilai tukar rupiah mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (26/4/2021). Dolar AS yang sedang mengalami tekanan membuat rupiah mampu ke bawah Rp 14.500/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.500/US$. Setelahnya penguatan rupiah terakselerasi hingga 0,34% ke Rp 14.470/US$.
Penguatan rupiah terpangkas, dan berada di Rp 14.490/US$, menguat 0,21% pada pukul 12:00 WIB.
Peluang rupiah mempertahankan bahkan mempertebal penguatan di sisa perdagangan hari ini. Hal tersebut tercermin dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Indeks dolar AS hingga siang ini melemah 0,18% ke 90,697, melanjutkan pelemahan nyaris 1% pekan lalu dan saat ini berada di level terendah sejak 3 Maret lalu.
Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS juga telah melemah dalam 3 pekan beruntun dengan total 2,33%.
Di pekan ini, ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter.
Ketua The Fed, Jerome Powell berulang kembali menegaskan tidak akan merubah kebijakan moneternya meski pertumbuhan ekonomi serta inflasi di AS naik lebih tinggi ketimbang prediksi. Hal tersebut menjadi pemicu pelemahan dolar AS belakangan ini.
The Fed menerapkan kebijakan suku bunga 0,25% dan pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Kebijakan tersebut merupakan salah satu pemicu kebangkitan bursa saham global, sehingga ketika belum ada indikasi perubahan kebijakan maka akan menjadi sentimen positif.
David Mericle ekonom di Goldman Sachs mengatakan ia melihat The Fed baru akan memberikan petunjuk pengurangan QE atau yang dikenal dengan istilah tapering pada semester II tahun ini. Melansir CNBC International, Mericle melihat The Fed akan mulai melakukan tapering pada awal 2022, dengan pengurangan sebesar US$ 15 per bulan.
Sumber CNBC Indonesia