Rupiah menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat di awal perdagangan Kamis (10/6/2021). Optimisme akan bangkitnya perekonomian Indonesia di kuartal II-2021 membuat rupiah perkasa. Meski demikian, isu tapering masih meredam laju penguatan Mata Uang Garuda.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07%, setelahnya sempat stagnan di Rp 14.250/US$. Tidak lama, rupiah kembali ke zona merah, menguat hingga 0,25% ke Rp 14.215/US$.
Sayanganya, level tersebut menjadi yang terkuat pagi tadi, setelahnya rupiah memangkas penguatan dan berada di Rp 14.235/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) rupiah berpeluang mempertahankan penguatan hingga penutupan perdagangan nanti. Sebab, posisinya siang ini lebih kuat ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi. Meski demikian rupiah belum akan menembus ke bawah Rp 14.200/US$.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Optimisme Indonesia akan lepas dari resesi susah muncul sejak pekan lalu, ketika data menunjukkan ekspansi sektor manufaktur berada di rekor tertinggi sepanjang sejarah, serta inflasi yang menunjukkan kenaikan.
Kemudian berlanjut lagi di pekan ini. Kemarin data menunjukkan konsumen semakin percaya diri melihat perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan. Ini terlihat dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK periode Mei 2021 sebesar 104,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 101,5.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Jika di atas 100, maka artinya konsumen optimistis memandang perekonomian baik saat ini hingga enam bulan mendatang.
Konsumen yang semakin pede, menjadi indikasi peningkatan konsumsi, yang semakin menguatkan ekspektasi Indonesia lepas dari resesi di kuartal ini. Apalagi BI pada hari ini melaporkan penjualan ritel akhirnya mengalami pertumbuhan untuk pertama kalinya setelah mengalami kontraksi selama 16 bulan beruntun.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2021 berada di 220,4. Naik 17,3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) dan 15,6% dari April 2020 (year-on-year/yoy).
April merupakan awal kuartal II-2021, sehingga ekspektasi Indonesia lepas dari resesi semakin kuat.
Sementara itu pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi AS. Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) untuk melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). Tapering merupakan isu utama yang ditakutkan pelaku pasar karena dapat menimbulkan gejolak yang disebut taper tantrum. Saat itu terjadi, dolar AS akan sangat kuat, dan rupiah terpukul.
Inflasi AS akan dirilis malam ini, oleh karena itu pelaku pasar masih berhati-hati dan penguatan rupiah menjadi tertahan.
Sumber CNBC Indonesia