Skip to content

Isu Tapering Bikin Dolar AS Perkasa, Rupiah Sulit Bangkit

  • by

Rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (4/6/2021). Isu tapering membuat dolar AS perkasa pada hari ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.290/US$. Setelahnya, rupiah melemah hingga 0,28% ke Rp 14.320/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berada di Rp 14.315/US$ pada pukul 12:00 WIB.

Rupiah terlihat sulit untuk bangkit di sisa perdagangan hari ini. Hal tersebut tercermin dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak berbeda jauh ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Tapering merupakan kebijakan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS (The Fed). Ketika hal tersebut dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum.

Wacana tapering sebenarnya sudah diredam oleh The Fed dalam beberapa bulan terakhir. Tetapi kini Presiden The Fed wilayah Philadelphia, Patrick Harker, kembali membuka wacana tersebut.

Harker mengatakan perekonomian AS terus menunjukkan pemulihan dari krisis virus corona dan pasar tenaga kerja terus menunjukkan penguatan, dan menjadi saat yang tepat bagi The Fed untuk mulai memikirkan tapering.

“Kami berencana mempertahankan suku bunga acuan di level rendah dalam waktu yang lama. Tetapi ini mungkin saatnya untuk mulai memikirkan pengurangan program pembelian aset yang saat ini senilai US$ 120 miliar,” kata Harker sebagaimana dilansir Reuters.

“Data tenaga kerja yang lebih baik dari prediksi membuat para trader berhati-hati. Mereka mempersiapkan kemungkinan pernyataan tapering atau kenaikan suku bunga dari The Fed, meski tidak dalam waktu dekat” kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (4/6/2021).

Dolar AS sudah merespon isu tapering tersebut. Kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS melesat 0,67%, dan masih lanjut lagi naik 0,07% hingga siang ini. Kenaikan tajam indeks dolar AS tersebut tentunya akan menekan rupiah pada hari ini.

Sebelumnya tapering pernah terjadi pada tahun 2013. The Fed mulai mengurangi QE pada Desember 2013, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014. Akibatnya, sepanjang 2014, indeks dolar melesat lebih dari 12%.

Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed, yang membuat dolar AS terus berjaya hingga akhir 2015.

Rupiah menjadi salah satu korban keganasan taper tantrum kala itu. Sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.

Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.

Sumber CNBC Indonesia

You cannot copy content of this page