Rupiah mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (21/9). Padahal, bursa saham Asia sedang terpuruk termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar sedang memburuk.
Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di Rp 14.240/US$, melansir data Refinitiv. Setelahnya, rupiah kemudian melemah 0,07%, sebelum berbalik menguat 0,04% ke Rp 14.235/US$ dan tertahan di level tersebut hingga pukul 12:00 WIB.
IHSG pada perdagangan sesi I melemah 0,73%, bahkan sempat ambrol lebih dari 1% di awal sesi. IHSG menyusul jebloknya bursa saham AS (Wall Street) awal pekan kemarin, dan mengikuti beberapa bursa Asia.
Investor asing tercatat melakukan jual bersih senilai Rp 362 miliar, yang memperkuat indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar. Saat sentimen memburuk, rupiah yang merupakan mata uang emerging market cenderung tidak diuntungkan, sementara dolar AS sebagai aset safe haven menjadi buruan.
Sehingga, rupiah yang masih mampu menguat hingga pertengahan perdagangan patut diacungi jembol! Dan dua jempol jika mengakhiri perdagangan hari ini di zona hijau.
Peluang tersebut terbuka melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Pelaku pasar kini menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) hari ini. Gubernur BI Perry Warjiyo dan sejawat menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode September 2021 pada 20-21 September. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate tidak berubah’
Seluruh institusi yang terlibat dalam konsensus sepakat bulat memperkirakan suku bunga acuan bertahan di 3,5%. Aklamasi, tidak ada dissenting opinion.
Stabilitas rupiah menjadi salah satu alasan BI mempertahankan suku bunga. Apalagi Kamis dini hari waktu Indonesia ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter, dan bisa memberikan dampak signifikan ke rupiah.
Sumber CNBC Indonesia