Kinerja positif rupiah masih berlanjut pada perdagangan Selasa (16/11). Jika mampu dipertahankan hingga penutupan perdagangan nanti, rupiah akan membukukan hat-trick alias penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Sama seperti awal pekan kemarin, rupiah langsung menguat begitu pasar finansial Indonesia dibuka. Rupiah berada di Rp 14.190/US$ saat pembukaan perdagangan, menguat 0,14% di pasar spot melansir data Refinitiv. Hingga pukul 9:10 WIB, rupiah masih bertahan di bawah Rp 14.200/US$.
Awal pekan kemarin, rupiah berhasil menguat 0,16%, sementara Jumat pekan lalu sebesar 0,19%. Penguatan rupiah dalam dua hari terakhir memang tidak besar, tetapi terbilang impresif mengingat dolar AS sedang kuat-kuatnya pasca rilis data inflasi.
Pasar melihat, inflasi yang tinggi akan membuat bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.
Suku bunga The Fed saat ini di 0% – 0,25%, sementara di Desember 2022, pasar melihat ada probabilitas sebesar 30,3% suku bunga The Fed di 0,75% – 1,00%. Saat bank sentral paling powerful di dunia ini menormalisasi suku bunganya, kenaikan akan dilakukan sebesar 25 basis poin (0,25%). Artinya, jika suku bunga diperkirakan 0,75%-1,00% di akhir 2022 maka ada 3 kali kenaikan.
Melihat pandangan pasar tersebut, The Fed diperkirakan akan agresif menaikkan suku bunga di tahun depan.
Namun, rupiah masih mampu mencatat penguatan dalam dua hari terakhir.
Rupiah mendapat tenaga setelah rilis Badan Pusat Statistik (BPS) sebelum tengah hari tadi melaporkan ekspor Indonesia pada Oktober 2021 mencapai US$ 22,03 miliar, naik 53,35% secara year-on-year (YoY) dan 6,89% dibandingkan bulan sebelumnya.
Realisasi ini juga membawa ekspor Indonesia kembali menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Sementara impor dilaporkan mencapai US$ 16,29 miliar, 51,06% YoY.
Dengan nilai ekspor dan impor tersebut, surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan Oktober sebesar US$ 5,74 miliar. Surplus tersebut menjadi rekor tertinggi sepanjang masa, melampaui rekor sebelumnya US$ 4,74 miliar yang tercatat pada Agustus lalu.
Selain mencatat rekor, neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami surplus dalam 18 bulan beruntun.
Surplus neraca perdagangan akan sangat membantu kinerja transaksi berjalan. Saat transaksi berjalan semakin sehat, maka nilai tukar rupiah akan lebih stabil.
Sementara itu pertemuan dua pemimpin negara “raksasa” di dunia akan perhatian hari ini.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dijadwalkan akan bertemu secara virtual.
Dalam agenda tersebut, kedua pemimpin negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia ini memusatkan diskusi dalam beberapa hal termasuk perdagangan, teknologi, Xinjiang, dan terutama Taiwan. Khusus soal Taiwan, Beijing disebut-sebut meminta AS agar mundur dari dukungannya terhadap Taipei.
Salah satu pejabat pemerintahan AS mengatakan masalah perdagangan tidak akan dibahas secara signifikan, begitu juga dengan masalah terhambatnya rantai pasokan yang menjadi pemicu tingginya inflasi. Masalah Taiwan, justru yang akan banyak dibahas.
Bagaimana hasil pertemuan tersebut, apakah hubungan kedua menjadi semakin hangat atau malah menjadi dingin akan mempengaruhi pergerakan pasar hari ini.
Sumber CNBC Indonesia