Pasar keuangan dalam negeri libur menyambut Hari Raya Natal sejak kemarin dan hari ini (25/12/2020). Perdagangan akan kembali dilakukan Senin depan.
Tetapi seandainya tidak libur, rupiah bisa saja menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS). Meskipun indikator gerak rupiah yang umumnya digunakan ketika pasar domestik libur yakni Dolar Index dan pasar non-deliverable forward (NDF) juga libur menyambut Hari Raya Natal.
Akan tetapi ada pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) yang menguat tajam sore kemarin, Kamis (24/12/20). Ini menjadi indikasi penguatan Mata Uang Garuda ketika nantinya dibuka Senin depan.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Dolar AS juga sedang lesu pada perdagangan kemarin, yang terlihat dari indeksnya yang kembali merosot 0,04% ke 90,280. Kemarin indeks dolar AS ini juga turun 0,27%. Hal ini mengimplikasikan mata uang Greenback sedang melemah dibandingkan dengan basket alias kumpulan mata uang raksasa lain.
Tarik ulur stimulus fiskal di AS membuat the greenback tertekan. Meski kongres (DPR dan Senat) AS meloloskan paket stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar, rancangan undang-undang (RUU) stimulus fiskal tersebut harus menunggu ‘peresmian’ dari Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani sehingga sah dan cair.
Namun, hingga saat ini Trump belum menandatangani RUU tersebut. Malah, pada Selasa malam waktu setempat, Trump sedikit mengejutkan pasar melalui akun Twitternya di mana ia menyebut stimulus senilai US$ 900 miliar sebagai “aib”.
Ia juga meminta Kongres AS untuk menaikkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari US$ 600 menjadi US$ 2.000. Sejauh ini, Partai Demokrat yang justru merupakan lawan politik Trump mendukung keinginan tersebut sementara Partai Republik pendukung pemerintah justru belum berkomentar.
Masih ada batas waktu perundingan penambahan stimulus dalam beberapa hari ke depan. Untuk diketahui, stimulus fiskal jilid I yang digelontorkan pada bulan Maret lalu akan habis pada 26 Desember mendatang, dan anggaran untuk menjalankan pemerintahan akan habis pada 28 Desember mendatang.
Stimulus fiskal dan anggaran belanja pemerintah senilai US$ 1,4 triliun di-bundle menjadi satu RUU. Sehingga cepat atau lambat stimulus tersebut akan cair, bahkan ada kemungkinan nilainya lebih besar.
Saat stimulus tersebut cair, jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah. Secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan karena ini.
Sumber CNBC Indonesia