Setelah beberapa saat tertekan, dolar AS mulai bangkit. Tidak hanya di Asia, tetapi juga di level dunia.
Pada pukul 09:24 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,07%. Penguatan ini terjadi setelah Dollar Index ambles 1,2% dalam sepekan terakhir.
Namun sepertinya apresiasi dolar AS hanya riak-riak kecil di samudera luas. Samudera itu adalah tren pelemahan yang sepertinya membayangi mata uang Negeri Paman Sam beberapa waktu ke depan.
Prospek aset berisiko masih cerah. Penyebabnya adalah tren kebijakan moneter ultra-longgar yang sepertinya masih akan dilakukan oleh bank sentral. Dalam pidato di Economic Club of New York, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome ‘Jay’ Powell menegaskan bahwa butuh komitmen bersama untuk mewujudkan penciptaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment).
“Dengan begitu banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan dan mungkin masih akan sulit mendapat pekerjaan selepas pandemi, mencapai maximum employment tidak hanya membutuhkan dukungan kebijakan moneter. Diperlukan komitmen nasional, dengan kontribusi dari pemerintah dan sektor swasta,” tegas Powell, sebagaimana diwartakan Reuters.
Apalagi inflasi di AS masih ‘jinak’. Pada Januari 2021, inflasi tercatat 0,3% secara bulanan (month-to-month/MtM) dan 1,4% secara tahunan (year-on-year/YoY). Masih cukup jauh dari target The Fed yaitu 2%.
“Seiring dengan mulai dibukanya aktivitas ekonomi, konsumsi masyarakat meningkat. Akan ada tekanan harga, walau perkiraan saya belum akan besar,” kata Powell.
Sumber CNBC Indonesia