Bulan baru saja berganti, tetapi nilai tukar rupiah sudah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS). Hingga pertengahan perdagangan Senin (1/11), rupiah terus tertekan bahkan tidak sempat menyentuh zona hijau.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,04% ke Rp 14.170/US$. Depresiasi rupiah semakin siang semakin besar hingga mencapai 0,53% ke Rp 14.240/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini rupiah masih sulit untuk bangkit, meski bisa memangkas pelemahan. Hal tersebut terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Badan Pusat Statistik (BPS) siang ini melaporkan data inflasi bulan Oktober, tetapi masih belum mampu mengangkat kinerja rupiah.
BPS melaporkan inflasi Oktober 2021 mencapai 0,12% month-to-month (MtM) dan 1,66% secara year-on-year (YoY). Adanya inflasi dipengaruhi oleh kenaikan tarif pada sektor transportasi.
Rilis inflasi tersebut lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,09% MtM dan 1,63% YoY.
Meski lebih tinggi dari konsensus, tetapi rilis inflasi tersebut belum mencerminkan menguatnya daya beli masyarakat. Sebab, transportasi menjadi penyumbang inflasi terbesar.
“Berdasarkan 11 komponen pendorong inflasi, terlihat semua komponen terjadi inflasi. Tertinggi pada kelompok transportasi inflasi 0,33%, dimana andilnya adalah 0,04%,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Senin (1/11/2021).
Lebih lanjut, Margo menjelaskan, sektor transportasi yang memberikan andil terbesar adalah angkutan udara. Di mana pada bulan lalu ada kenaikan tarif yang cukup signifikan.
Rendahnya daya beli masyarakat juga terlihat dari inflasi inti yang tumbuh 1,33% YoY, lebih rendah dari konsensus 1,36% YoY.
Selain itu, rupiah juga tertekan akibat aksi wait and see pelaku pasar. Sebab, ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (4/11) dini hari waktu Indonesia.
Sumber Bisnis.com