Nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (28/4/2021). Meski demikian, rupiah masih mampu bertahan di bawah Rp 14.500/US$, dan ada peluang bangkit di sisa perdagangan hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.480/US$, setelahnya rupiah melemah hingga 0,28% ke Rp 14.520/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berada di Rp 14.495/US$, atau melemah 0,1% pada pukul 12:00 WIB.
Rupiah berpeluang berbalik menguat di sisa perdagangan hari ini melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Kasus penyakit virus corona (Covid-19) yang kembali meningkat di Eropa membuat dolar AS yang menyandang status safe haven kembali menjadi sasaran investasi. Jerman, salah satu negara yang menghadapi kenaikan kasus Covid-19 dan sudah menerapkan aturan pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat dan bakal berlaku hingga Juni nanti.
Di India kasus Covid-19 sudah meledak, bahkan 2 pekan ke depan rumah sakit diperkirakan akan menjadi “neraka”.
“Situasinya kritis sekarang. Pandemi ini adalah yang terburuk yang pernah kami lihat. Dua minggu ke depan akan menjadi neraka bagi kami,” ujar Dr Shaarang Sachdev dari Rumah Sakit Healthcare Super Speciality, seperti dikutip dari Sky News, Selasa (27/4/2021).
Pelaku pasar juga menanti hasil rapat kebijakan moneter The Fed yang akan diumumkan Kamis dini hari waktu Indonesia.
Ketua The Fed, Jerome Powell berulang kembali menegaskan tidak akan merubah kebijakan moneternya meski pertumbuhan ekonomi serta inflasi di AS naik lebih tinggi ketimbang prediksi.
The Fed menerapkan kebijakan suku bunga 0,25% dan pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan.
The Fed diperkirakan belum akan merubah kebijakannya, tetapi pelaku pasar pasar tetap menanti kemungkinan adanya petunjuk terbaru akan kebijakan ultra longgar akan mulai diketatkan, mengingat perekonomian AS pulih lebih cepat dari ekspektasi.
David Mericle ekonom di Goldman Sachs mengatakan ia melihat The Fed baru akan memberikan petunjuk pengurangan QE atau yang dikenal dengan istilah tapering pada semester II tahun ini. Melansir CNBC International, Mericle melihat The Fed akan mulai melakukan tapering pada awal 2022, dengan pengurangan sebesar US$ 15 per bulan.
Sumber CNBC Indonesia