Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi, tetapi ditutup melemah di rentang Rp14.580-Rp14.640 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah bersama dengan sebagian besar mata uang negara Asia lainnya melemah terhadap dolar Amerika Serikat menyusul data inflasi AS yang menguatkan ekspektasi kenaikan agresif suku bunga negara itu.
Pada Kamis (12/5/2022), rupiah terkoreksi 44 poin atau 0,3 persen ke Rp14.598 per dolar AS, menyusul penguatan indeks dolar AS sebesar 0,45 persen ke 104,31.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya karena investor mencerna indeks harga konsumen (CPI) AS yang menunjukkan inflasi tetap tinggi.
Inflasi AS memang sedikit mereda pada April, yakni 8,3 persen secara tahunan dibandingkan inflasi Maret yang 8,5 persen (year-on-year/YoY). Namun, angka itu tetap mendekati level tertinggi 40 tahun dan mungkin tidak akan menggagalkan rencana kebijakan moneter agresif The Fed.
Federal Reserve AS menaikkan suku bunganya 50 basis poin menjadi 0,75 persen-1 persen pekan lalu untuk mendinginkan inflasi, kenaikan terbesar dalam 22 tahun. Investor khawatir tentang kebijakan pengetatan dari The Fed dapat menyebabkan resesi. Imbal hasil obligasi Pemerintah AS bertenor 10 tahun memperpanjang penurunan menjadi 2,9 persen.
Investor mengharapkan setidaknya 50 basis poin kenaikan pada masing-masing dari dua pertemuan The Fed berikutnya, yakni pada 15 Juni dan 27 Juli, menurut Alat FedWatch CME.
Dari dalam negeri, berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), kinerja penjualan eceran pada April 2022 diperkirakan meningkat. Ini terindikasi dari indeks penjualan riil (IPR) April 2022 yang sebesar 219,3 atau naik 6,8% secara bulanan dari 205,3 pada Maret 2022. Bahkan, pertumbuhan pada April 2022 juga lebih tinggi dari pertumbuhan 2,6% (month-to-month/MtM) pada Maret 2022.
Peningkatan ini didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat pada Ramadan dan Idulfitri.
Dilihat per sektor, peningkatan secara bulanan ini terjadi pada sebagian kelompok, yaitu kelompok peralatan informasi dan komunikasi sebesar 5,1% MtM; makanan, minuman, dan tembakau 8,1% MtM, serta subkelompok sandang 10,7% MtM.
Sayangnya, bila dibandingkan dengan kinerja penjualan April 2021, penjualan eceran pada April tahun ini diperkirakan turun 0,5% YoY. Pertumbuhannya juga lebih rendah dari pertumbuhan Maret yang bahkan bisa tumbuh positif 9,3% YoY.
Kelompok yang tercatat menurun secara tahunan antara lain kelompok barang lainnya yang tergerus 13,4% YoY. Adapun, kelompok yang tercatat tumbuh melambat, yaitu makanan, minuman, dan tembakau yang tumbuh 2,2% YoY, bahan bakar kendaraan bermotor tumbuh 43,2% YoY, serta suku cadang dan aksesori tumbuh 1,8% YoY.
Untuk perdagangan hari ini, Ibrahim memproyeksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi, tetapi ditutup melemah di rentang Rp14.580-Rp14.640 per dolar AS.
Pelemahan rupiah dipicu oleh aksi jual investor asing di pasar modal. Selama beberapa hari, saham dan obligasi Indonesia mengalami penjualan tertajam dalam beberapa tahun di tengah peningkatan kekhawatiran investor atas kenaikan inflasi dan perlambatan pertumbuhan global.
Angka produk domestik bruto kuartal I/2022 Indonesia yang sedikit di atas ekspektasi ekonom tidak banyak membendung penurunan. Angka inflasi April juga menunjukkan kenaikan lebih cepat dari perkiraan, menggarisbawahi kegelisahan atas kenaikan harga.
Sementara itu pasar Indonesia tutup selama libur Idulfitri, saham dan obligasi negara lain tergelincir setelah kenaikan suku bunga Federal Reserve.
“Pasar lain telah merespons kenaikan 50 basis poin oleh The Fed, jadi sekarang giliran kami. Pasar Indonesia hanya mengejar ketinggalan setelah liburan,” kata Suria Dharma, Direktur Samuel Sekuritas, dikutip Bloomberg.
Sementara itu, mengutip Bloomberg, Bank Indonesia siap melakukan intervensi di pasar sesuai dengan kebutuhan untuk menstabilkan mata uang, sebagaimana dikemukakan Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter Edi Susianto.
Ahli strategi FX di Bank of Singapore Ltd Sim Moh Siong mengatakan pelemahan rupiah terbatas jika dibandingkan dengan mata uang lain di kawasan karena stabilitas rupiah telah menjadi prioritas bank sentral.
Guncangan mata uang Asia akibat kenaikan dolar tanpa henti ke level tertinggi dalam dua tahun juga mendorong bank-bank sentral lain di kawasan untuk bertindak mengekang penurunan mata uang lebih lanjut.
Otoritas mengerahkan setiap instrumen yang mereka miliki, mulai dari penjualan dolar langsung hingga intervensi verbal, untuk menangkal ancaman terhadap mata uang nasional.
India dan Taiwan telah melakukan intervensi di pasar, sedangkan Jepang telah mencoba untuk berbicara mengenai yen. China mengubah parameter kebijakan untuk memperlambat penurunan yuan dan Hong Kong kemungkinan turun tangan karena mata uangnya mendekati ujung bawah rentang perdagangannya.
“Bank sentral Asia menjadi lebih khawatir tentang mata uang yang lebih lemah dan inflasi yang lebih tinggi,” kata Mansoor Mohi-uddin, Kepala Ekonom di Bank of Singapore Ltd.
Dia memperingatkan bahwa intervensi tidak mungkin berhasil saat Federal Reserve tetap hawkish pada suku bunga.
Sumber Bisnis.com