Rupiah berisiko tertekan penguatan dolar AS seiring dengan ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve.
Nilai tukar rupiah berisiko mengalami tekanan pada Rabu (11/5/2022) seiring dengan penguatan dolar AS ke level 20 tahun tertinggi.
“Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif tetapi ditutup melemah di rentang Rp14.540-Rp14.590 per dolar AS,” papar Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi.
Dolar AS telah naik hampir 9,0 persen tahun ini mencapai tertinggi 20 tahun karena investor telah condong ke safe haven di tengah kekhawatiran tentang kemampuan Fed untuk menekan inflasi tanpa menyebabkan resesi, bersama dengan kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan yang timbul dari perang di Ukraina dan meningkatnya kasus Covid-19 di China.
Pada Selasa (10/5/2022), nilai tukar rupiah terkerek 0,12 persen atau 18,2 poin ke Rp14.554 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar melemah 0,02 persen ke 103,63.
Bersama rupiah, sejumlah mata uang di Asia Pasifik juga mengalami penguatan, di antaranya yen Jepang menguat tipis 0,04 persen, peso Filipina menguat 0,54 persen, dan dolar Taiwan menguat 0,28 persen.
Ibrahim mengatakan dolar AS melemah terhadap mata uang lainnya meskipun tipis kemarin, lantaran investor mengharapkan kenaikan tambahan dengan besaran yang sama ketika Federal Reserve AS menaikkan suku bunganya menjadi 1 persen.
Bank sentral telah menaikkan suku bunga mereka untuk menjinakkan inflasi. The Fed menyampaikan kenaikan suku bunga setengah poin pertama sejak tahun 2000 Kamis lalu. Bank of England juga menaikkan suku bunga menjadi 1 persen karena menurunkan keputusan kebijakannya pada hari itu, tertinggi sejak 2009.
“Prospek kenaikan suku bunga yang agresif mendorong Treasury AS 10-tahun naik setinggi 104,19 semalam, puncak 20-tahun, karena investor mengharapkan kenaikan tambahan dengan besaran yang sama dari The Fed. Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan pada hari Senin bahwa ia tidak melihat kenaikan suku bunga 75-bps, karena ada beberapa tanda-tanda pendinginan inflasi,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Selasa (10/5/2022).
Di Asia Pasifik, data perdagangan dari China pada hari Senin menunjukkan bahwa ekspor pada bulan April tumbuh 3,9 persen YoY, laju paling lambat sejak Juni 2020. Tindakan lockdown untuk Covid-19 telah menyebabkan kerusakan pada perdagangan dan perang yang sedang berlangsung di Ukraina yang sampai saat ini belum ada kejelasan kapan akan berakhir.
Sekarang investor menunggu investor sekarang menunggu Indeks Harga Konsumen Inti (CPI) AS pada hari Rabu, serta Indeks Harga Produsen AS dan klaim pengangguran awal, yang akan jatuh tempo pada hari Kamis.
Dari sisi internal, Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2022 berada di kisaran 5 persen karena sejumlah sektor mencatatkan kinerja positif atau pulih dari dampak pandemi Covid-19. Tren pemulihan terjadi sejak 2021 terus berjalan di berbagai sektor dan lini.
Namun, saat Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I/2022 tumbuh 5,01 persen (YoY). Rilis data tersebut sesuai dengan ekspektasi pasar bahkan lebih baik dari perkiraan. Pertumbuhan ini ditopang pulihnya sejumlah aktivitas ekonomi pasca-pandemi Covid-19.
Pertumbuhan signifikan ini juga karena ada low base effect pada kuartal I/2021 yang kita ketahui ekonomi Indonesia terkontraksi 0,7 persen.
Pemulihan daya beli menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi awal tahun. Penjualan semen dan kendaraan niaga, impor barang modal, konsumsi listrik, serta penjualan barang ritel yang meningkat menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di Kuartal Pertama.
PDB 5,01 persen menunjukkan pemulihan menuju tren yang beberapa tahun terakhir terjadi di Indonesia, yakni pertumbuhan terjaga di kisaran 5 persen. Pada kuartal IV/2021, pertumbuhan ekonomi tercatat berhasil mencapai 5,02 persen. Hal ini yang kemudian menjadi sumber optimisme, bahwa perekonomiandi kuartal II/2022 terus bergerak ke arah yang lebih baik.
Sumber Bisnis.com