Rupiah ditutup menguat 20 poin atau 0,14 persen ke posisi Rp14.355 per dolar AS dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.375 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah diperkirakan dibayangi pergerakan dolar AS pada perdagangan hari ini, Senin (24/5/2021).
Pada akhir perdagangan pekan lalu, Jumat (21/5/2021), rupiah ditutup menguat 20 poin atau 0,14 persen ke posisi Rp14.355 per dolar AS dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.375 per dolar AS.
Adapun indeks dolar AS berakhir menguat pada pekan lalu, didorong oleh data manufaktur AS yang menggembirakan.
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya, naik 0,222 persen pada 89,993 pada akhir perdagangan Jumat.
Indeks, yang mencapai level terendah empat bulan di awal sesi, berada pada kecepatan penurunan 0,4 persen untuk minggu ini.
“Data PMI terbaru memperkuat pandangan kami bahwa ekonomi akan terus tumbuh pada kecepatan yang lebih cepat di AS daripada di zona euro dalam beberapa tahun mendatang,” kata Simona Gambarini, ekonom pasar di Capital Economics.
“Hal ini menopang perkiraan kami bahwa imbal hasil jangka panjang akan meningkat lebih cepat pada periode pertama daripada periode terakhir dan bahwa euro akan jatuh kembali terhadap dolar AS,” kata Gambarini
Dari dalam negeri, rupiah diperkirakan dipengaruhi oleh penantian pelaku pasar terhadap keputusan suku bunga acuan Bani Indonesia (BI).
BI diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,5 persen. Keputusan ini akan diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 24-25 Mei 2021.
Sebagaimana diketahui, BI sejak 2020 telah memangkas suku bunga acuan sebesar 150 basis poin (bps) hingga tahun ini. Tingkat suku bunga acuan saat ini yang sebesar 3,5 persen merupakan yang terendah sepanjang sejarah.
VP Economist Bank Permata Josua Pardede memperkirakan keputusan mempertahankan suku bunga pada bulan ini. Hal itu sejalan dengan pertimbangan BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Sementara itu, menurutnya, dari sisi global, mulai terjadi tekanan yang tecermin dari transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang kembali mengalami defisit pada kuartal I/2021 sebesar US$997 juta atau setara dengan 0,4 persen dari PDB.
“Kembali defisitnya transaksi berjalan mengindikasikan risiko pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ke depan kembali meningkat, apalagi sejalan dengan kembalinya aktivitas ekonomi, impor cenderung bertumbuh,” katanya kepada Bisnis, Minggu (23/5/2021).
Sumber Bisnis.com