Pada akhir perddagangan pekan lalu, rupiah ditutup menguat 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp14.445 per dolar AS. Adapun sejak awal tahun, rupiah masih melemah sebesar 1,91 persen.
Sejumlah sentimen diperkirakan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini, Senin (3/5/2021).
Pada akhir perdagangan Jumat pekan lalu, rupiah ditutup menguat 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp14.445 per dolar AS. Adapun sejak awal tahun, rupiah masih melemah sebesar 1,91 persen.
Sementara itu, data yang diterbitkan Bank Indonesia pada Jumat menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.453 per dolar AS, menguat 15 poin atau 0,11 persen dari posisi Kamis (29/4) Rp14.468 per dolar AS.
Pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan masih dipengaruhi oleh laju indeks dolar AS. Indeks yang melacak pergerakan mata uang dolar terhadap enam mata uang utama lainnya ini menguat pada akhir perdagangan pekan lalu setelah data ekonomi AS menunjukkan pemulihan.
Pada Jumat, data menunjukkan pendapatan pribadi naik AS dengan laju terbesar sejak 1946, inflasi naik dan ukuran aktivitas bisnis mengalahkan ekspektasi.
Greenback memperoleh lebih banyak dukungan setelah presiden Federal Reserve wilayah Dallas Robert Kaplan mengatakan sudah waktunya bagi bank sentral AS untuk mulai memperdebatkan apakah akan mulai menarik kembali program pembelian asetnya karena pertumbuhan ekonomi semakin cepat.
Pelaku pasar juga juga mengutip imbal hasil Treasury 10-tahun yang mendekati tertinggi baru-baru ini dan aksi ambil untung menjelang pertemuan sejumlah bank sentral pekan ini.
“Ini akhir bulan dan segalanya bisa berantakan,” kata Alvise Marino, ahli strategi mata uang di Credit Suisse, yang tetap bullish pada dolar versus euro, yen dan franc di tengah imbal hasil AS yang relatif lebih tinggi.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi buylan April 2021 pada hari ini. Ekonom BCA David Sumual memperkirakan inflasi April 2021 sekitar 0,16 persen secara month-to-month (mom), lebih tinggi dibandingkan dengan Maret 2021 yaitu 0,08 persen. Sementara itu, inflasi tahunan April 2021 diprediksi 1,45 persen year-on-year (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan April 2020 sebesar 1,37 persen.
Meski demikian, David menilai inflasi pada Ramadan kali ini tidak setinggi Ramadan pada sebelum pandemi. Hal tersebut disebabkan oleh larangan mudik Lebaran dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro.
“Ini ada kaitannya dengan mobilitas juga. Ada larangan mudik, jadi biasanya biaya transportasi itu yang naik kencang,” jelas David kepada Bisnis, Minggu (2/5).
Sumber Bisnis.com