Walau sempat terjadi tren penguatan di awal tahun, tetapi di akhir kuartal nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan dan diperkirakan tren ini akan terus berlanjut di kuartal kedua 2021.
Fundamental ekonomi Indonesia dan kejelasan arah stimulus Amerika Serikat dapat menjadi penopang pergerakan nilai tukar rupiah.
Walau sempat terjadi tren penguatan di awal tahun, tetapi di akhir kuartal nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan dan diperkirakan tren ini akan terus berlanjut di kuartal kedua 2021.
Senior Price President Economist Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan depresiasi nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi stimulus fiskal Amerika Serikat (AS) senilai US$1,9 triliun yang akan mengakselerasi pemulihan ekonomi negara tersebut sehingga sebagian besar mata uang asing tertekan.
“Kalau kita lihat dari bulan Maret sebagian mata uang asing itu cenderung tertekan atau melemah. Secara year to date [tahun berjalan] pun, kita melihat dolarnya masih tetap menguat kalau kita lihat dari akhir tahun lalu,” kata Josua saat dihubungi pada Minggu (4/4/2021).
Penguatan dolar AS itu menurutnya dipengaruhi oleh tren kenaikan surat utang AS atau yang sering disebut US Treasury yang meningkat hingga 840 poin jika dibandingkan dengan akhir tahun 2020 lalu.
Itu lah yang kemudian menyebabkan keluarnya dana asing di pasar obligasi negara berkembang termasuk Indonesia, menurut Josua. Hal ini terindikasi dari kepemilikan investor asing di Indonesia yang turun sepanjang kuartal I 2021, yaitu net sell asing yang mencapai lebih dari US$1,5 miliar.
Namun terlepas dari faktor eksternal di atas, Josua mengungkapkan faktor fundamental ekonomi Indonesia juga akan bisa turut membatasi pelemahan nilai tukar rupiah lebih lanjut. Dia mengungkapkan kondisi Indonesia saat ini relatif cukup sehat jika dibandingkan negara-negara di Asia lainnya.
Selama kuartal I/2021 berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terkoreksi 3,27 persen yang mana lebih baik dari posisi mata uang baht Thailand, maupun won Korea Selatan, dan yen Jepang.
“Jadi makanya kalau kita lihat dengan tren pemulihan ekonomi domestik kemudian dari sisi keseimbangan eksternalnya ya, dari sisi current account deficit, balance of payment. Kita ini relatif masih dalam kondisi yang sehat ya. Ini tentunya akan bisa mendukung pemulihan dan juga stabilitas rupiah,” jelas Josua.
Dia pun menyebutkan bahwa dirinya setuju dengan pernyataan Bank Indonesia yang menyebutkan saat ini rupiah masih undervalue, artinya terdapat potensi penguatan masih ada hingga akhir tahun.
Josua pun memperkirakan penguatan rupiah terhadap dolar AS akan terjadi pada semester kedua atau kuartal III hingga IV 2021 di level Rp14.000-Rp14.300 per dolar AS.
Sumber Bisnis.com