Skip to content

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini, Kamis 25 Februari 2021

  • by

Dukungan The Fed menjadi faktor negatif jangka panjang bagi dolar AS, sehingga menguntungkan rupiah.

Pelemahan dolar AS akibat pernyataan Gubernur bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) dapat kembali mendorong penguatan rupiah pada perdagangan Kamis (25/2/2021).

“Pada Kamis (25/2/2021), rupiah diprediksi kembali ditutup menguat pada rentang Rp14.050 hingga Rp14.100 per dolar AS,” papar Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam laporannya.

Berdasarkan data Bloomberg, pada Rabu (24/2/2021) nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis 0,05 persen ke level Rp14.085. Penguatan ini menempatkan mata uang garuda di posisi kelima di wilayah Asia pada perdagangan hari ini di belakang yuan China yang menguat 0,19 persen, rupee India dengan apresiasi 0,18 persen, dolar Taiwan yang menguat 0,08 persen, serta peso Filipina dengan kenaikan 0,06 persen.

Ibrahim Assuaibi dalam laporannya menyebutkan, pergerakan rupiah ditopang oleh pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang menyatakan komitmen pihaknya untuk mempertahankan suku bunga rendah dan pembelian obligasi untuk mendukung pemulihan ekonomi AS.

Powell juga menepis kekhawatiran bahwa kebijakan moneter yang longgar dapat menyebabkan inflasi dan gelembung keuangan yang telah mendominasi 2021 yang dinilai menguat karena reli saham global.

Dukungan The Fed menjadi faktor negatif jangka panjang bagi greenback. Secara bersamaan, investor beralih ke mata uang yang akan memperoleh keuntungan dari perdagangan global yang meningkat, serta negara-negara yang membuat kemajuan dalam pemulihan COVID-19.

“Hal ini ikut berkontribusi pada penurunan dolar,” jelasnya.

Dari dalam negeri, penurunan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia (BI) tidak dibarengi dengan penurunan suku bunga kredit perbankan. Akibatnya, dampak positif yang sebelumnya diharapkan muncul oleh Bank Indonesia tidak terealisasi.

Tidak diturunkannya suku bunga kredit perbankan, menimbulkan kekecewaan dari Bank Indonesia yang berharap agar perbankan baik pelat merah maupun swasta kebijakan BI. Apabila perbankan tidak menurunkan suku bunga kredit, maka masyarakat atau pengusaha akan terbebani dengan bunga yang tinggi dan membuat mereka enggan meminjam dana di perbankan.

Konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat akan berjalan apabila perbankan menurunkan suku bunga kredit, karena variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi terhadap pertumbuhan kredit adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

“Sinyal positif data eksternal kurang didukung dengan data Internal membuat penguatan rupiah tertahan,” lanjutnya.

Sumber Bisnis.com

You cannot copy content of this page