Rupiah diprediksi tidak melemah terlalu dalam di tengah lonjakan dolar AS.
Rupiah diprediksi menghadapai tekanan di tengah tren penguatan dolar AS karena proyeksi kenaikan suku bunga Federal Reserve dan konflik antara Rusia-Ukraina yang kembali memanas.
Pada Senin (11/4/2022), nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,02 persen atau 3,50 poin sehingga parkir di posisi Rp14.365,00 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS pada pukul 15.15 WIB terpantau menguat 0,0160 poin atau 0,02 persen ke level 99,8120. Indeks dolar AS sempat menembus level 100.
Tidak hanya rupiah, mata uang lain di kawasan Asia turut terpantau melemah yang dipimpin oleh peso Filipina yang turun 0,88 persen terhadap dolar AS. Kemudian mata uang yen Jepang dan won Korea Selatan yang juga sama-sama melemah 0,68 persen terhadap dolar AS.
Selain itu, dolar Taiwan juga terpantau melemah 0,63 persen, ringgit Malaysia turun 0,14 persen, baht Thailand turun 0,12 persen, dan yuan China turun 0,09 persen terhadap dolar AS.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, target 100 poin indeks dolar AS terjadi di tengah konflik di Ukraina memanas. Di sisi lain, kenaikan suku bunga Bank Sentral AS turut membuat dolar AS mengalami penguatan.
“Kenaikan dolar AS mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga dan konflik di Ukraina menentukan sekali terhadap penguatan indeks dolar. Apa lagi Putin saat ini sedang fokus melakukan konsolidasi dan akan merayakan kemenangan atas Ukraina, dan menguasai keseluruhan Ukraina,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (11/4/2022).
Ibrahim menyebutkan, ada kemungkinan besar kalau selanjutnya Rusia melakukan invasi kembali terhadap Ukraina dan bisa menguasai Ibu Kotanya dan mengganti Presiden Ukraina, ada kemungkinan dolar AS bisa menyentuh level tertinggi 105.
“Level ini dianggap wajar karena saat bersamaan Bank Sentral Amerika bulan ini meningkatkan suku bunga 50 bps. Ini memang akan membawa kekhawatiran pada mata uang rupiah dan komoditas,” ungkapnya.
Namun, Ibrahim mengatakan meski akan mengalami pelemahan, rupiah tidak akan jatuh terlalu signifikan.
“Ini karena pertumbuhan ekonomi dalam negeri cukup bagus. Kemudian ada kegaduhan masalah perpanjangan Presiden kemudian tentang minyak goreng ini bisa dibantah oleh Presiden menjadikan pasar optimistis pemilu tetap 2024. Ini menahan laju pelemahan rupiah sehingga kalau melemah tidak terlalu signifikan,” jelasnya.
Ibrahim menyampaikan walaupun dolar AS mengalami penguatan di level 100 tidak serta merta membuat rupiah melemah tajam karena data ekonomi cukup bagus.
“Data ekonomi Indonesia positif, kecuali inflasi. Tapi wajar inflasi tinggi karena bersamaan dengan bulan Ramadan. Kenaikan harga juga bisa dipertahankan karena target pemerintah kan 3 persen untuk inflasi, tapi sekarang masih ada ruang. Ini membuat rupiah stabil. Kalau melemah ke Rp14.400 pun akan kembali lagi, akrena BI dan pemerintah akan melakukan intervensi untuk mestabilkan rupiah,” ujarnya.
Sumber Bisnis.com