Sentimen tapering membuat investor beralih ke aset haven sehingga meninggalkan mata uang berisiko seperti rupiah.
Nilai tukar rupiah diprediksi lanjut melemah dan berisiko mencapai level Rp14.500 per dolar Amerika Serikat (AS) jelang rilis data inflasi AS.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan potensi nilai tukar rupiah ke arah 14.500 masih terbuka, seiring dengan rilis data inflasi Amerika serikat pada pertengahan pekan ini.
Dia menyampaikan, jika tingkat inflasi melebihi proyeksi, maka rupiah diperkirakan dapat melemah hingga 14.500 per dolar AS.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini, Selasa 7
Data inflasi tersebut berkaitan dengan meningkatnya probabilitas the Fed, Bank Sentral AS, untuk mempercepat proses tapering.
“Pada minggu lalu, Chairman the Fed, Jerome Powell, menyatakan bahwa pengenaan status transitory inflation sudah tidak terlalu relevan, dan the Fed akan mempertimbangkan percepatan proses tapering bila inflasi terus meningkat,” katanya kepada Bisnis, Senin (6/12/2021).
Tak hanya tekanan dari ekspektasi the Fed, Josua menilai rupiah juga berpotensi tertekan jika Covid-19 varian Omicron terbukti lebih berbahaya dari varian Delta.
“Sentimen Covid-19 mampu mendorong investor untuk memindahkan asetnya ke aset yang bersifat safe haven, seperti Dolar AS, US Treasury, serta yen Jepang. Dengan potensi downside tersebut, rupiah diperkirakan bisa tembus di atas level 14.500,” jelasnya.
Namun demikian, Josua menambahkan, jika data inflasi tidak terlalu tinggi dan varian Omicron belum dianggap terlalu berbahaya, maka rupiah masih akan cenderung bergerak di level 14.350-14.500 sepanjang pekan ini.
Pada kesempatan berbeda, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa depresiasi nilai tukar rupiah masih dalam level yang terkendali.
“Kita selama ini selalu menunjukkan kepada pasar bahwa kita bisa menstabilkan nilai tukar. Jangan bicara level ya, hari ini Rp13.000, besok Rp13.400, tapi lihat volatilitasnya,” katanya.
Dody mengatakan, di antara negara Emerging Market di Asia, rupiah termasuk salah satu dari 4 mata uang yang tetap terjaga stabil.
Hal ini tercermin dari depresiasi nilai tukar rupiah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan mata uang di Thailand, Malaysia, dan singapura.
“Thailand, Malaysia, Singapura depresiasinya sampai belasan persen, sementara kita di kisaran 1,3-1,6 persen,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah terus menunjukkan pelemahan pada dua pekan terakhir. Pada penutupan perdagangan Jumat (3/12/2021), Rupiah ditutup melemah 22 poin atau 0,15 persen ke level Rp14.419 per dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah lanjut melemah 0,16 persen atau 22,5 poin ke posisi Rp14.442 per dolar AS pada Senin (6/12/2021). Sementara indeks dolar AS terpantau menguat 0,20 persen ke level 96,31 pada pukul 15.20 WIB.
Beriringan dengan melemahnya rupiah, mata uang lain di kawasan Asia yang juga terpantau terkoreksi terhadap dolar AS diantaranya mata uang yen Jepang turun 0,33 persen, rupee India turun 0,28 persen, dan won Korea Selatan turun 0,22 persen terhadap dolar AS.
Sumber Bisnis.com