Mata uang rupiah diperkirakan dibuka berfluktuatif pada hari ini, tetapi berisiko ditutup melemah.
Nilai tukar rupiah diperkirakan melanjutkan pelemahannya pada perdagangan hari ini, Senin (20/6/2022).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,39 persen atau 57 poin sehingga parkir di posisi Rp14.824 per dolar AS pada Jumat (17/6/2022). Sementara indeks dolar AS pada pukul 15.00 WIB terpantau menguat 0,658 poin atau 0,64 persen ke level 104,07.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah dibuka berfluktuatif pada awal pekan ini, tetapi berisiko ditutup melemah.
“Pergerakan rupiah Senin diperkirakan berada di rentang Rp14.810—Rp14.880,” jelas Ibrahim dikutip dari risetnya, Minggu (19/6/2022).
Ibrahim mengatakan dolar AS berpotensi bergerak lebih jauh akibat sentimen sikap hawkish The Fed dan risiko ekonomi global. Penguatan dolar AS akan berdampak pada imbal hasil treasury AS 10-tahun setelah mengalami penurunan tajam pada Kamis.
Di sisi lain, bank sentral global proaktif dalam memperketat kebijakan moneter untuk menjinakkan inflasi yang melonjak. Bank of Japan (BOJ) pada Jumat memutuskan untuk mempertahankan kebijakan yang sangat longgar meskipun inflasi meningkat.
Bank Nasional Swiss juga secara tak terduga menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada Kamis, sementara Bank of England menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 1,25 persen pada hari yang sama.
Dari dalam negeri, Indonesia dengan fundamental ekonomi yang cukup bagus, ditopang oleh komoditas yang melimpah dan tren harga yang terus melonjak dinilai cukup resisten menghadapi gejolak. Inflasi di Indonesia juga relatif stabil dengan potensi di kisaran 2–4 persen pada 2022.
Dengan ramainya bank sentral global menaikan suku bunga acuan, Bank Indonesia diperkirakan masih mempertahankan suku bunga di 3,5 persen pada pertemuan Juni.
Di sisi lain, Riset lembaga pemeringkat Moody’s menyebut mata uang rupiah relatif stabil terhadap dolar AS selama 12-18 bulan terakhir. Hal ini disebabkan karena lonjakan ekspor di tengah harga komoditas yang tinggi.
“Namun, risiko depresiasi rupiah meningkat di tengah volatilitas pasar yang meningkat,” tulis riset Moody’s, dikutip Minggu (19/6/2022).
Sumber Bisnis.com