Rupiah melemah tipis 0,04% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.225/US$ pada perdagangan Senin kemarin, setelah membukukan penguatan 4 hari beruntun. Selama periode positif tersebut, rupiah membukukan penguatan lebih dari 1%. Alhasil, mata uang Garuda diterpa aksi ambil untung (profit taking) yang membuatnya melemah tipis.
Aksi profit taking tersebut terlihat jelas sebab Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghijau, dan mayoritas Surat Berharga Negara (SNB) juga menguat.
Pada perdagangan hari ini, Selasa (28/12), rupiah berpeluang kembali menguat sebab sentimen pelaku pasar yang cukup bagus, melihat bursa saham AS (Wall Street) yang kembali melesat, indeks S&P 500 bahkan mencatat rekor penutupan ke 69.
Wall Street masih terus menanjak meski kasus Covid-19 terus menanjak. Di Amerika Serikat sejauh ini melaporkan lebih dari 52 juta kasus infeksi baru Covid-19 menyusul penyebaran Omicron yang terkonfirmasi tidak memicu gejala parah. Ahli penyakit menular Gedung Putih Anthony Fauci memperkirakan kenaikan masih akan terus terjadi setelah pekan lalu menyentuh angka 150.000.
Meski demikian, kenaikan kasus tersebut dipercaya tidak akan menyebabkan pelambatan ekonomi, malah mempercepat berakhirnya pandemi.
“Kami tidak yakin Omicron akan mempengaruhi outlook pertumbuhan ekonomi secara signifikan, justru sepertinya akan mempercepat akhir pandemi,” tutur analis JPMorgan Dubravko Lakos-Bujas , seperti dikutip CNBC International.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan, rupiah masih berada di bawah rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/ MA 50) di kisaran Rp 14.260/US$ hingga Rp 14.270/US$. Artinya, rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini sudah bergerak di bawah tiga MA, yang tentunya membuka peluang berlanjutnya penguatan.
Selama mampu bertahan di bawah MA 50, rupiah berpeluang menguat menguji kembali Rp 14.170/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang rupiah ke Rp 14.100/US$ di pekan ini.
Tetapi patut diwaspadai koreksi yang bisa menerpa rupiah. Sebab, indikator Stochastic sudah dekat dengan wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
MA 50 kini menjadi resisten terdekat. Jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.320/US$ di pekan ini.
Sumber CNBC Indonesia