Rupiah bolak balik antara penguatan dan pelemahan melawan dolar Amerika Serikat (AS) Selasa kemarin, sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.245/US$, menguat tipis 0,04%.
Sementara pada perdagangan hari ini, Rabu (15/9), rupiah berpeluang mulus mencatat penguatan. Sebabnya, data inflasi AS yang melambat.
Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam memutuskan kapan waktu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). Data lainnya, non-farm payrolls juga mengecewakan.
Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan inflasi inti pada Agustus 2021 adalah 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Melambat dibandingkan Juli 2021 yang sebesar 0,3% dan menjadi yang terendah dalam enam bulan terakhir.
Dibandingkan dengan Agustus 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi inti adalah 4%. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 4,3% dan menjadi yang terendah dalam tiga bulan terakhir.
Melambatnya laju inflasi The Fed tidak perlu buru-buru dalam melakukan tapering. Dolar AS pun kehilangan tenaga untuk menguat.
Secara teknikal, outlook untuk rupiah masih netral, sebab ada faktor yang menekan ada juga yang mendukung.
Kombinasi Stochastic yang jenuh jual (oversold) serta pola hammer membuat rupiah berisiko terkoreksi.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Tetapi, Stochastic kini sudah mulai keluar dari wilayah oversold, sehingga tekanan bagi rupiah yang disimbolkan USD/IDR sedikit berkurang.
Sementara itu pola Hammer, yang menjadi sinyal pembalikan arah masih menjadi mimpi buruk bagi rupiah.
Pada perdagangan Kamis (9/9) rupiah menutup perdagangan di atas pola tersebut. Artinya, pola Hammer terkonfirmasi sebagai pola pembalikan arah, rupiah patut waspada. Pola Hammer baru batal ketika rupiah melewati tail (ekor) di Rp 14.170/US$.
Meski demikian, rupiah masih berada di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100, dan MA 200. Artinya, rupiah bergerak di bawah 3 MA yang mendukung penguatan.
Selain itu, rupiah juga sudah menembus ke bawah bullish trend line (garis warna merah) yang menguntungkan dolar AS.
Rupiah kini berada di bawah resisten Rp 14.250/US$. Jika kembali ke atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.280/US$ hingga Rp 14.290/US$ yang merupakan MA 200. Penembusan di atas level tersebut akan membuat rupiah merosot di pekan ini ke menuju Rp 14.350/US$.
Sementara support terdekat kini masih berada di kisaran Rp 14.230/US$, jika dilewati maka target selanjutnya Rp 14.200/US$. Penembusan di bawah level tersebut akan membawa Rupiah menguat menuju Rp 14.170/US$.
Sumber CNBC Indonesia