Skip to content

Rupiah Melemah Tipis, Efek Rencana Pengetatan BI Luntur?

  • by

Rupiah kemarin sukses menghentikan pelemahan dalam 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi pagi ini kembali ke zona merah. Bank Indonesia (BI) yang berencana menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) kemarin membuat rupiah sukses menguat kemarin.

Rupiah melemah 0,03% ke Rp 14.340/US$ di pembukaan perdagangan Jumat (21/1). Setelahnya, depresiasi rupiah bertambah menjadi 0,07% ke Rp 14.345/US$ pada pukul 9:05 WIB.

Meski masuk ke zona merah, ruang penguatan rupiah pada hari ini masih cukup besar jika melihat faktor eksternal dan domestik yang mempengaruhi pergerakan.

Dari eksternal, penurunan yield obligasi (Treasury) AS, dapat menguntungkan rupiah. Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun turun 4,28 basis poin, melanjutkan penurunan hari sebelumnya 2,14 basis poin. Pagi ini, yield tersebut kembali turun 3,38 basis poin ke 1,7773%.

Penurunan yield Treasury bisa meredakan risiko terjadinya capital outflow dari pasar obligasi Indonesia. Hal tersebut tentunya berdampak positif bagi rupiah.

Data yang dirilis dari Amerika Serikat juga kurang menguntungkan bagi dolar AS. Klaim tunjangan pengangguran mingguan yang berakhir 15 Januari naik menjadi 286.000 klaim jauh di atas estimasi Dow Jones sebanyak 225.000 klaim dan menjadi yang tertinggi sejak pertengahan Oktober tahun lalu.

Kenaikan tersebut, jika terus berlanjut tentunya menjadi sinyal pelemahan pasar tenaga kerja AS terutama akibat penyebaran virus corona varian Omicron.

Sementara dari dalam negeri, BI dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini memutuskan bakal mulai menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap hingga akhir kuartal III-2022. Kebijakan ini tentu akan mengurangi likuiditas di perbankan.

Pada tahap pertama, GWM akan naik 150 basis poin (bps) menjadi 5% dengan pemenuhan harian 1% pada 1 Maret 2022. GWM Rerata ditetapkan sebesar 4%.

Kemudian pada 1 Juni 2022 GWM akan naik 100 bps menjadi 6% dengan pemenuhan harian 1%. GWM Rerata ditetapkan 5%.

Terakhir, GWM akan naik lagi sebesar 50 bps menjadi 6,5% pada September 2022 dengan pemenuhan harian 1%. GWM Rerata ditetapkan 5,5%.

Kenaikan GWM tiga kali pada 2022, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, diperkirakan ‘menyedot’ likuiditas sekitar Rp 200 triliun dari sistem perbankan. Jumlah itu diyakini masih bisa membuat perbankan punya ruang untuk ‘bernapas’, sebab likuiditas saat ini dikatakan masih sangat longgar.

Dengan kenaikan GWM tersebut jumlah uang yang beredar tentunya akan berkurang, yang membuat rupiah perkasa.

Sumber CNBC Indonesia

You cannot copy content of this page