Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (23/3/2021). Padahal di pembukaan perdagangan, Mata Uang Garuda langsung menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.380/US$, menguat 0,14% di pasar spot. Tetapi tidak lama rupiah langsung berbalik melemah 0,1% ke Rp 14.415/US$.
Posisi rupiah sedikit membaik, melemah 0,03% di Rp 14.405/US$.
Meski melemah tipis, rupiah masih sulit untuk kembali menguat melihat kurs rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi ini.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Rupiah di awal perdagangan hari ini menguat merespon penurunan yield obligasi (Treasury) AS kemarin. Yield Treasury tenor 10 tahun kemarin turun 5 basis poin ke 1,682%, tetapi pada hari ini naik 2 basis poin ke 1,702%.
Pelaku pasar saat ini menanti testimoni ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, yang akan memberikan testimoni di Komite Jasa Finansial (DPR). Pelaku pasar menanti petunjuk lebih lanjut bagaimana The Fed memandang kenaikan yield Treasury AS.
Pada pengumuman kebijakan moneter Kamis pekan lalu, Powell tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury, selama hal itu terjadi karena merespon pemulihan ekonomi AS. Masih belum diungkapkan sampai level berapa The Fed akan memberikan toleransi kenaikan yield.
Saat ini, yield Treasury berada di level tertinggi sejak Januari 2020, sebelum virus corona dinyatakan pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunga menjadi 0,25% dan mengaktifkan lagi program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Tingginya yield Treasury tersebut memicu capital outflow di pasar obligasi Indonesia yang pada akhirnya menekan rupiah.
Sumber CNBC Indonesia