Rupiah lepas dari tekanan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (25/2). Penguatan rupiah terjadi setelah kemungkinan perang lebih besar tidak akan terjadi di Ukraina, ha, ini membuat sentimen pelaku pasar membaik.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1% di Rp 14.365/US$. Apresiasi rupiah kemudian terpangkas menjadi 0,03% saja di Rp 14.375/US$ pada pukul 9:10 WIB.
Presiden AS, Joe Biden, tidak merespon invasi Rusia ke Ukraina dengan tindakan militer. Biden hanya memberikan sanksi ekonomi bagi Rusia.
“Hari ini saya mengizinkan sanksi tambahan yang lebih kuat, dan pembatasan apa saja yang bisa diekspor ke Rusia. Ini akan membebani ekonomi Rusia secara langsung dan dari waktu ke waktu,” kata Biden sebagaimana diwartakan CNBC International.
Selain itu, Biden juga mengizinkan penambahan pasukan NATO untuk siaga di Jerman guna memperkuat pertahanan Eropa.
Sementara itu Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia tidak akan merusak perekonomian dunia.
“Rusia masih merupakan bagian dari perekonomian dunia. Kami tidak akan membahayakan sistem perekonomian dunia selama kami menjadi bagian di dalamnya,” kata Putin.
Pasca pidato kedua presiden tersebut, indeks volatilitas (VIX) yang menjadi indikator ketakutan pelaku pasar juga berbalik turun 2,26% ke 30,32 pada perdagangan Kamis kemarin. Di awal sesi, indeks ini sempat meroket setelah meroket nyaris 22% ke 37,79.
Selain itu, investor asing masih terus mengalirkan modalnya ke dalam negeri. Di pasar saham, hingga pukul 9:10 WIB investor asing tercatat melakukan kasi beli bersih (net buy) sebesar Rp 34 miliar di pasar reguler.
Kemarin saat tentara Rusia memborbardir wilayah Ukraina termasuk ibu kita Kyiv, investor asing juga tercatat net buy senilai Rp 821 miliar di pasar reguler. Ditambah pasar nego dan tunai totalnya menjadi Rp 881 miliar. Sebelumnya net buy juga tercatat sekitar Rp 2,3 triliun dalam 3 hari di pekan ini, dan dalam 2 minggu sebelumnya Rp 10 triliun.
Capital inflow di pasar obligasi terlihat dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, di mana sepanjang bulan ini hingga 18 Februari aliran modal asing masuk ke pasar obligasi cukup besar, hampir Rp 14,5 triliun.
Capital inflow tersebut sekaligus membalikkan outflow sekitar Rp 4 triliun yang terjadi pada bulan Januari lalu. Dengan demikian sepanjang tahun ini (year-to-date) hingga 18 Februari lalu terjadi inflow lebih dari Rp 10 triliun di pasar obligasi.
Aliran modal tersebut membuat rupiah cukup kuat menahan tekanan dari eksternal.
Sumber CNBC Indonesia