Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (28/5/2021). Meski demikian, rupiah berpeluang membalikkan keadaan di sisa perdagangan hari ini, dan membukukan penguatan mingguan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.285/US$. Setelahnya rupiah melemah hingga 0,21% ke Rp 14.315/US$, tetapi perlahan bangkit dan berada di Rp 14.290/US$ atau melemah 0,04% pada pukul 12:00 WIB.
Tanda-tanda rupiah akan berbalik menguat terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) periode satu pekan yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelumnya pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Sepanjang pekan ini hingga Kamis kemarin, rupiah sudah membukukan penguatan 0,45%, sehingga berpeluang mengakhiri pekan ini di zona hijau lagi.
Sebelumnya pada pekan lalu rupiah berakhir melemah 1,1% sekaligus menghentikan penguatan 4 pekan beruntun. Kini Mata Uang Garuda berpeluang kembali melanjutkan tren positif tersebut.
Indeks dolar AS sedang mengalami tekanan belakangan ini. Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut melemah 0,08%. Sementara pagi tadi indeks dolar AS sempat menguat hingga 0,15%, sebelum terpangkas hingga 0,08% saja siang ini.
Dolar AS sedang tertekan belakangan ini setelah pejabat-pejabat bank sentral AS (The Fed) memproyeksikan inflasi masih akan rendah dalam beberapa waktu ke depan, meski ada lonjakan tetapi hanya bersifat sementara.
Jika inflasi masih rendah, artinya kebijakan moneter ultra-longgar masih akan dipertahankan, dan dolar AS masih akan tertekan.
“Betul, kita akan melihat inflasi yang lebih tinggi. Namun sebagian besar bersifat temporer. Akan tiba saatnya kita akan bicara soal perubahan kebijakan moneter, tetapi tidak sekarang saat pandemi belum usai,” kata James Bullard, Presiden The Fed cabang St Louis, dalam wawancara dengan Yahoo Finance.
Sumber CNBC Indonesia