Rupiah sukses mencetak penguatan tiga hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga perdagangan Kamis kemarin. Tetapi di awal perdagangan hari ini, Jumat (10/12), rupiah langsung masuk ke zona merah. Pasar saat ini menanti rilis data inflasi AS yang bisa mempengaruhi normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke Rp 14.360/US$. Depresiasi rupiah kemudian bertambah menjadi 0,17% ke Rp 14.375/US$.
Dolar AS sedang mendapat tenaga dari rilis data klaim tunjangan pengangguran yang berada di level terendah dalam 52 tahun terakhir. Hal tersebut menunjukkan pasar tenaga kerja yang semakin mengetat.
Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim tunjangan pengangguran mingguan sebanyak 184.000 orang, turun sebanyak 43.000 orang dari pekan sebelumnya. Jumlah klaim tersebut merupakan yang terendah sejak September 1969, dan lebih baik dari prediksi Reuters sebanyak 215.000 klaim.
Alhasil, indeks dolar AS menguat 0,4% ke 96,271 kemarin yang membuat rupiah tertekan pagi ini.
Selain itu, pelaku pasar juga menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) malam ini. Sehingga pergerakan rupiah pada hari ini, Jumat (10/12).
Rilis data tersebut bisa menggambarkan seberapa “bebal” inflasi tinggi di AS yang bisa mempengaruhi kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). Hasil survei Wall Street memprediksi inflasi akan melesat 6,7% year-on-year (yoy) yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Tingginya inflasi serta perekonomian yang kuat membuat The Fed mempertimbangkan untuk mempercepat tapering atau nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang saat ini senilai US$ 15 miliar setiap bulan. Apalagi dengan pasar tenaga kerja yang semakin ketat, tentunya akan menguat rencana The Fed untuk mempercepat normalisasi kebijakan moneternya.
Nilai QE bank sentral paling powerful di dunia ini sebesar US$ 120 miliar, dan tapering sudah mulai dilakukan pada November lalu. Artinya, hingga QE menjadi nol diperlukan waktu selama 8 bulan.
The Fed diperkirakan akan meningkatkan tapering hingga menjadi US$ 30 miliar per bulan, sehingga QE akan menjadi nol dalam waktu 4 sampai 5 bulan. Selain itu, The Fed juga diprediksi akan memberikan indikasi agresif menaikkan suku bunga di tahun depan yang bisa memberikan tekanan bagi rupiah.
Sumber CNBC Indonesia